Skip to main content

Relevansi Kenakalan Remaja dan Perkembangan Peserta Didik

Ketua Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) dr. Hj Hotnida Sitompul Sp.PK,  mengatakan persoalan remaja hari ini sudah dalam taraf yang memprihatinkan. Terlihat dari tingginya tingkat kenakalan remaja, seks bebas, narkoba dan lain sebagainya. Sekitar 65 persen remaja Sumut lakukan Seks Bebas—baca analisa, Senin (31/10).
Kenakalan remaja, akhir-akhir ini memang tengah marak, seks bebas, ketidakdisiplinan, narkoba hingga geng motor (geng kereta). Kenakalan ini dapat beragam, ada yang hanya sebatas kenakalan dalam hal pribadi—yang merusak diri sendiri, atau merugikan orang lain.

Kenakalan dalam hal pribadi, kenakalan yang sifatnya tidak berhubungan dengan orang sekitar. Seperti narkoba atau kecanduan sesuatu yang bersifat negatif. Sedangkan kenakalan yang merugikan orang lain yakni kenakalan yang bersifat mengganggu orang sekitar seperti melakukan kerusakan atau penganiayaan terhadap orang lain. Seperti yang baru-baru ini tengah santer di kota Medan, geng kereta. Mereka merusak benda-benda dan menganiaya orang.

Di Indonesia, kata remaja sering dikaitkan dengan kata pubertas dimana pubertas tersebut mengarah pada perkembangan atas kematangan seksual dari seseorang. Pengertian remaja sendiri menurut Drs. H. Asril Suki tidak dapat didefenisikan secara mutlak. Untuk itu seseorang dapat dikatakan remaja perlu ditinjau lebih dulu dari beberapa segi, baik itu dari segi hukum bab pernikahan, perkembangan fisik, dan faktor sosial dan psikologisnya.

Dari segi psikolgi,  puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy menjadi negen-tropy, dimana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi meskipun sudah berisi baik itu perasaan dan pengetahuan. Namun isi tersebut belum saling terikat dengan baik, sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal (entropy) yang selama masa peralihan remaja disusun dan diarahkan secara bertahap hingga tersusun dengan baik, perasaan dan pengetahuan yang tadinya belum terhubung satu sama lain menjadi saling terkait (negentropy). (Asril Suki. Dkk, 2007: 21)

Relevansinya dengan apa yang disebutkan judul diatas adalah kata remaja, yaitu berkisar antara umur 13 hingga 18 tahun. Dengan kata lain siswa SMP hingga SMA. Mereka pada dasarnya merupakan peserta didik, dimana mereka hidup disamping dalam lingkungan keluarga, kebanyakan adalah di sekolah. Ya, mereka adalah para siswa atau peserta didik yang dididik oleh seorang tenaga didik, yakni guru.

Guru, sebagaimana fungsinya disamping harus memberikan materi pelajaran kepada murid, hendaknya guru sebagai seorang motivator dan fasilitator juga mampu mengikuti perkembangan peserta didiknya. Dengan mampu menilai perkembangan seorang anak maka guru tersebut akan lebih mudah memahami apa yang tengah dihadapi siswanya. Terlebih menyangkut permasalahan kelas yang dialami siswa.

Pengganti Orangtua

Seorang ayah atau ibu yang menyekolahkan anaknya berarti menitipkan anak mereka kepada pihak sekolah yang di ujung tombaki oleh guru. Barangkali orangtua itu tidak bisa mengatasi atau mengajari anak mereka. Hingga jika seorang remaja dalam hal ini peserta didik melakukan kenakalan disamping dinilai sebagai kesalahan orangtua yang tak mampu memberikan pelajaran yang baik, guru juga sering disalahkan. Untuk itu zaman sekarang guru diharuskan memahami permasalahan yang dihadapi peserta didiknya. Itu dijadikan sebagai salah satu matakuliah bagi mahasiswa Fakultas Keguruan yang kelak “katanya” akan menjadi guru. 

Guru perlu mengetahui Perubahan sikap seseorang saat terjadi peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada masa itu biasanya seorang anak mengalami kegelisahan; menjadi penentang dengan orang lain; berkeinginan untuk mencoba; menjelajah; mengkhayal; dan beraktivitas dengan berkelompok.

Perubahan sikap ini kerap kali menjadi beban bagi seorang remaja dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Kegelisahan yang dihadapinya seringkali dijadikan alasan untuk melakukan tindakan yang ia anggap benar. Meski terkadang kegelisahan itu dapat diselesaikan dengan baik melalui aktivitas sosial yang baik pula, namun pada kenyataannya seorang anak remaja lebih cenderung berusaha mengatasi kegelisahan tersebut dengan hal-hal negatif. Hal ini berhubungan dengan perubahan sikap yang lain, yakni keingintahuan yang besar. 

Remaja yang mengalami kegelisahan yang bergaul dengan remaja lain yang juga mengalami hal serupa biasanya akan mengalami kecocokan dalam taraf super. Jika remaja yang bergaul dengannya tersebut mengatasi permasalahannya dengan hal-hal negatif tentu rasa ingintahu yang besar mendorong anak tersebut melakukan hal yang sama.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus remaja yang bertindak hedonis hingga menjadi kriminal. Misalnya dibelakang rumah kita sering menemukan kantong-kantong plastik yang lengket dengan cairan gel kuning yang mengeras. Gel kuning itu sebenarnya adalah lem berbau menyengat yang aromanya dihirup oleh remaja—bahkan anak-anak—yang tengah mengalami perubahan sikap tersebut. Atau anak remaja yang lebih suka menyendiri namun berfantasi tentang hal yang ia senangi biasanya bersifat seksualitas hingga kemudian terpuruk dalam aktivitas seksual yang bersifat addicted. Lebih buruk lagi hingga menggunakan narkotika dan sabu, bahkan minum-minuman keras. Semua ini jika dibiarkan berlangsung akan berujung pada tindak kriminal seperti pencurian atau pemerkosaan.

Sementara sikap penentang terhadap orang lain lebih cenderung terjadi dalam keluarga dan para guru. Mereka enggan diatur oleh orang lain. Sikap tidak senang terhadap keotoriteran bangkit dengan sendirinya. Mereka biasanya enggan dan kerap merasa didiskreditkan oleh orang yang lebih memiliki kekuasaan seperti orangtua dan guru.

Pencegahan  

Dari contoh di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa semakin buruknya pergaulan seseorang akan semakin buruk pula tindakan seorang itu dalam menghadapi atau mengatasi semua permasalahan yang sudah sewajarnya ia rasakan. Meskipun segala tindak kriminalitas memiliki norma yang berlaku untuk meminimalisirnya.

Pendidikan kita mengambil inisiatif untuk memberikan pendidikan karakter bagi para peserta didik. Sebenarnya pendidikan karakter yang tengah digalakkan akhir-akhir ini sudah pernah dilaksanakan sebelum-sebelumnya, hanya mengalami perubahan-perubahan nama, atau sempat dihilangkan kemudian dimunculkan kembali. 

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.