Skip to main content

Jamur Crispy Syawal Untuk Biaya Kuliah



Penulis : Nur Akmal
Syawaluddin (22) terlihat sibuk menggoreng jamurnya, saat itu pelanggan sedang sepi tapi ia masih mengolah jamur tiram yang selama ini jadi usahanya. Saat ini Syawaluddin masih berstatus mahasiswa, meskipun bulan Mei nanti ia akan memperoleh gelar sarjananya.  Berkuliah di Fakultas Agama Islam UMSU tidak membuatnya enggan untuk menjadi seorang pengusaha muda. Meski kerap dijahili temannya, namun semangatnya untuk berwirausaha sama sekali tidak goyah.

Syawal membuka Outlet Jamur Crispy sejak tahun 2012 silam, bermula dari ingin menyantap jamur goreng yang banyak dijual di kampungnya, kota Stabat, namun tak ia temukan di Medan. Membuatnya tertarik untuk menjadikan bisnis jamur crispy ini sebagai peluang. “Hanya ada sedikit sekali yang menjual jamur crispy ini di Medan, saya melihat prospek bisnis ini cukup bagus, jadi saya cari penyedia jamur tiram dan saya jalin hubungan untuk membuka usaha ini,” ujarnya saat berbincang-bincang, Selasa (9/4) kemarin.

Untuk modal awal ia mengaku masih dibantu oleh orangtuanya. Dengan modal awal sebesar  Rp 2 juta untuk membeli gerobak dan bahan baku, sedangkan perlengkapan memasak ia bawa sendiri dari kampung. Gerobak yang dibelinya gerobak bekas yang ia renovasi kembali. Ia mengaku jika fokus bekerja selama 1 hari penuh, penjualan jamurnya bisa mencapai 3 Kg dengan omset Rp 300 per harinya atau sekitar Rp 9 juta perbulannya. “Tapi itu kalau full, waktu bertepatan jam kuliah kan kita harus tutup,” ungkapnya.

Biasanya Syawal berjualan sejak habis ashar hingga pukul 10 malam, saat itu ia masih aktif kuliah sedangkan sekarang ia membuka jualan dari pagi sampai pukul 6 sore. “Kebetulan sudah kosong dan bulan 5 wisuda, jadi kerjanya bisa full. Saya sempat off 3 bulan waktu itu, untuk fokus pada skripsi,” tambahnya.
Pria yang tinggal salah satu Mushalla di jalan Pembangunan III, Krakatau Medan ini mengaku menjalankan bisnis jamur crispy ini untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup di kota Medan sebagai perantau namun ternyata hasil dari berjualan jamur ini ternyata bisa sampai membantu membiayai uang kuliahnya.

Jamur Crispy ini terbuat dari Jamur Tiram yang dicampur dengan tepung roti kemudian dicelupkan dalam telur dan bumbu-bumbu, kemudian dicelupkan dalam adonan tepung panko sebelum digoreng dan ditaburkan bumbu rasa balado, jagung manis, atau pedas manis. Perharinya ia membeli 3 Kg Jamur Tiram dengan harga Rp 20 ribu.

Sebagai seorang mahasiswa yang juga berwirausaha, Syawal mengaku tidak kesulitan dalam menjalani dua profesi sekaligus. Yang terpenting baginya adalah harus lihai mengatur waktu. “Insyaallah gak bakalan terkendala baik kuliah dan usaha jamur ini. Saya termasuk mahasiswa yang cepat tamat, dalam tiga setengah tahun saya selesai,” ujarnya kembali.

Ingin Punya Cabang

Karena tahun ini akan menjadi sarjana Pendidikan Agama Islam, Syawal berniat untuk mengembangkan usahanya ini. Ia ingin memiliki beberapa cabang di kota Medan. Dan tidak lagi menjadi center dari bisnisnya. Melainnya sudah memiliki pekerja. “Niat kedepannya memang saya hanya sebagai bos, ini dijalankan orang lain, sedangkan saya berusaha di bidang yang lain yang profesional. Karena saya sarjana pendidikan, ya saya mau menjadi guru,” ungkapnya.

Syawal tidak hanya kuliah dan bekerja sebagai wirausahawan, melainkan juga aktif di kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan juga wakil Gubernur Fakultas Agama Islam (FAI) UMSU.
Sumber : harian Investa medan

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.