Baru-baru ini, satu lagi bintang film panas asal Hollywood pasang tampang di dunia perfilman Indonesia. Setelah sebelumnya beberapa bintang panas lain juga memenuhi beberapa film industri lokal kita. Sehingga semakin hari industri perfilman Indonesia agaknya semakin merosot dari segi moral.
Berubahnya genre film Indonesia menjadi ber-genre horror komedi berawal sejak film Hantu Jeruk Purut tahun 2006 meraup untung besar. Penggarapannya menghabiskan banyak dana sebanding dengan keuntungan yang diraupnya dengan ditonton lebih dari 700 ribu orang. Setelah itu, bak jamur, merebaklah film-film yang ber-genre sama dengan Hantu Jeruk Purut. Semua rumah produksi berbondong-bondong menggarap film komedi horror.
Setelah tak berapa lama iklan bioskop dipenuhi oleh poster hantu dengan berbagai macam jenis, agaknya para produser dan sutradara film berinisatif untuk menambahkan sedikit bumbu agar menarik perhatian penonton. Menambahkan unsur vulgar dalam beberapa scene menjadi pilihan. Sehingga muncul pula film-film komedi horror yang vulgar dengan dibintangi artis kontroversial seperti Arwah Goyang Karawang, Tiren, Pocong Ngesot dan lain-lain.
Serasa masih ada yang kurang, rumah-rumah produksi film terus mencari ide agar filmnya laris dipasaran. Ntah dari mana datangnya, mengundang bintang film porno asal negara asing untuk memerankan salah satu karakter dinilai cukup bikin ngiler pasar. Awalnya dipenuhi dengan penolakan besar-besaran oleh organisasi massa, tapi taklah hal itu membuat oknum kehabisan akalnya.
Melansir berita Sumut Pos edisi (26/5), Rumah produksi yang pertama kali berhasil memanggil bintang porno asal negeri sakura ialah Maxima Production. Dengan menghadirkan Rin Sakuragi dalam film Suster keramas, dan muncul pula bintang-bintang lain yang rasanya tidak perlu penulis sebutkan satu per satu.
Entah bagaimana Rin Sakuragi dan bintang lainnya lolos dan berhasil tembus hingga ormas-ormas pun bungkam dan lembaga sensor pun seperti meng-iyakan saja. Hal ini tentunya membuat bintang-bintang porno lainnya bermunculan. Dan lama-lama pun hal itu seakan menjadi lumrah.
Milyaran rupiah dikeluarkan untuk membawa bintang-bintang panas itu, padahal belum tentu keuntungan yang dicapai melebihi anggaran pengeluaran. Seperti halnya film Menculik Miyabi, yang rasanya kurang berhasil menarik perhatian untuk ditonton. Padahal beritanya sudah digembar-gemborkan diberbagai media massa dan infotainment. Yang kadang merupakan bagian dari strategi pemasaran.
Segmen Pasar
Tak sedikit masyarakat yang resah akan hal ini, Tapi tak sedikit juga yang merupakan penonton setia. Banyak orang yang menanti-nantikan film yang dibintangi artis-artis porno ini. Kebanyakan tentunya dari kalangan muda.
Melihat segmen pasarnya, ide memanggil bintang panas merupakan ide cemerlang. Bukan berarti penulis mendukung ide tersebut, tapi kenyataannya peminat terhadap film vulgar semakin bertambah. Masyarakat cepat merespon sesuatu jika sesuatu itu mengandng unsur atau kata-kata vulgar yang didengar atau dibacanya.
Penulis ingat akan seorang teman yang penulis berikan Koran untuk dibaca, teman itu berhenti dan membaca berita yang mengandung sedikit unsur vulgar saja. Sementara berita lainnya tak dilirik sama sekali. Kendatipun teman penulis adalah seorang mahasiswa yang seharusnya membaca tulisan yang lebih intelek, tapi nyatanya sama seperti tukang becak. Bukan maksud menjelekkan tukang becak. Hanya sebagai ungkapan semata.
UU pornografi
Semua orang tahu kalau Indonesia baru saja mensahkan Undang-undang No 44 tahun 2008 tentang pornografi yang perjuangannya menuai banyak aksi yang menentang. Tapi rasanya UU tersebut tidak dapat membendung film yang kita bicarakan diatas.
Padahal, sebagai mana disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 UU pornografi poin d yang menyatakan Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.
Sudah jelas adanya pelarangan, tapi tetap saja film-film vulgar itu dapat lolos dari jerat hukum. Seakan tak mempedulikan mengenai Undang-undang itu, semakin giat pula para produsen membuat film yang penuh dengan pornografi itu. Semakin hari semakin banyak pula orang tidak sadar hukum di negara kita ini.
Peran media massa dan infotainment disini pun menjadi sedikit riskan. Memberitakan atau menginformasikan kehadiran bintang porno asal negeri asing ini ke publik sepertinya bukan ide yang bagus. Awalnya seseorang tidak mengenal bintang tersebut, tapi karena adanya pemberitaan dipelbagai media massa dan infotainment setidaknya membuat mayarakat menjadi semakin mengenal mereka.
Yang penulis takutkan hal ini akan berdampak bagi anak dibawah umur yang mengenal nama bintang porno tersebut. Cukup hanya mengetahui nama mereka, taklah sulit untuk mencari tahu lebih lanjut zaman sekarang ini. Hanya dengan mengetik salah satu dari nama mereka di situs search engine saja, dapat dengan mudah untuk mengakses apa yang mereka inginkan. Itulah dampak yang saat ini harus kita cegah.
Seharusnya pemerintah lebih serius dalam menganggapi hal ini. Dan dengan tegas menjalankan peraturan yang telah dibuat. Sehingga peraturan memang digunakan untuk membatasi perilaku yang tidak baik. Bukan hanya dibuat untuk dilanggar. Seperti anekdot yang berkembang di masyarakat.
Salah satu masalah di negeri kita tercinta ini adalah kurangnya kesadaran terhadap hukum itu sendiri. Tidak hanya dari kalangan menengah kebawah yang seyogyanya tidak memahami perundang-undangan secara rinci, tapi kalangan atas sendiri juga tidak sadar hukum. Untuk itu perlu sosialisasi yang lebih untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.
Yang sangat disayangkan lagi jika ada orang yang benar-benar memahami hukum tapi akibat terlalu pahamnya dengan hukum sehingga bermain-main dengan hukum itu sendiri. Merekayasa segala sesuatu akan tetapi dirinya lepas dari jerat hukum***.