Skip to main content

Kemenangan Timnas dan Euforia Masyarakat

Masih segar dalam benak kita kekalahan tim kesayangan semua orang Indonesia pada Desember 2011 lalu tepatnya pada kompetisi piala AFF yang digelar dua tahun sekali itu. Awalnya Timnas indonesia selalu menang telak dari lawan-lawan termasuk dengan Tim yang diandalkan seperti Thailand sekalipun dilibas habis. Laos dibantai 6-0, Thailand dibantai 2-1.
Kemudian kita juga disuguhkan dengan kompetisi lain yang jauh lebih besar di bandingkan dengan piala AFF. Kualifikasi piala dunia. Timnas kita sempat diramalkan akan menang dalam beberapa pertandingan hingga akhirnya menuju piala dunia yang sebenar-benarnya. Namun di akhir, kita lagi-lagi diradang kekecewaan sebab kekalahan terus terjadi di kubu timnas, padahal awalnya kita menang di beberapa pertandingan dengan skor yang fenomenal. Meski masih ada peluang untuk maju ke piala dunia, namun persentase lolos menjadi kian menipis, kita hanya bisa menanti tiga pertandingan lagi dengan Qatar, Bahrain dan Iran. Dalam waktu dekat ini tepatnya 11 November mendatang kita akan menjamu Qatar. Paling tidak Indonesia harus menang telak dalam tiga pertandingan terakhir Grup E ini.
 

Kini perhelatan akbar seputar sepak bola kembali digelar, meski tidak terkhusus pada sepak bola, namun predikat olahraga yang paling populer di dunia ini tetap menjadi cabang yang paling banyak dinanti masyarakat. Pada perhelatan akbar Sea Games yang digelar dua kali setahun ini, timnas sepakbola Indonesia harus kembali menunjukkan eksistensinya sebagai pemain-pemain sepak bola profesional yang berjuang mati-matian demi kemenangan dan pengharuman nama bangsa.
Senang rasanya menyaksikan pertandingan perdana timnas dengan kesebelasan Kamboja malam lalu. kepuasan tersendiri bagi penonton yang hanya bisa menyaksikan melalui layar televisi ketika tim merah putih memborbardir pertahanan Kamboja. Gol pertama yang dicetak oleh Titus Bonai membuat atmosfir pertandingan menjadi seru hingga seluruh penonton ikut berteriak.
 

Kemudian secara bergantian empat pemain lain, yakni Patrich Wanggai, Gunawan Dwi Cahyo dan Andik Vermansyah, dan Ramdhani Lestaluhu juga menjebol gawang yang dijaga oleh Sou Yaty, uniknya sebelum mereka mencetak angka, Titus Bonai sering menggoyang jaring gawang lawan. Hingga tiupan peluit panjang dari wasit menandakan pertandingan telah usai Indonesia menang dengan skor 6-0.
 

Sungguh suatu kebanggaan menang telak di pertandingan perdana, ini merupakan awal yang baik bagi seluruh pemain timnas. Dengan kemenangan ini diharapkan mental mereka dapat lebih siap dalam menghadapi pertandingan-pertandingan berikutnya. Namun hendaknya kejadian seperti pada piala AFF dan kualifikasi piala dunia tak terjadi lagi. Ketika Indonesia hanya mampu memenangkan beberapa pertandingan di awal—meskipun menang telak—sebelum akhirnya tersungkur menghadapi lawan di final atau melawan tim kuat lainnya.
 

Euforia berlebihan
 
Masih ingatkah ketika beberapa kali Indonesia mencetak angka besar, panen gol  di hampir setiap pertandingan piala AFF, semua orang merayakan kemenangan tersebut. Termasuk timnas sendiri. Tim yang kala itu di asuh Alfred Riddle tersebut memang menunjukkan permainan yang sangat bagus, dengan permainan cepatnya hingga mampu membuat lawan kewalahan.
 

Namun sayang seribu sayang, kemenangan yang belum mutlak itu dirayakan secara berlebihan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pemberitaan di media massa begitu mewah mengagung-agungkan nama timnas. Judul berita yang berlebihan kerap kali menghiasi layar kaca, seolah-olah kemenangan sudah berada di telapak tangan. Padahal kala itu masih ada beberapa pertandingan lagi yang tak boleh disepelekan. Alhasil bertemu dengan tim harimau dari negeri jiran, Garuda Indonesia pun tersungkur. Gol-gol fenomenal dan serangan bertubi-tubi tak tampak di Big Match lalu.
Pada Leg kedua, memang indonesia menang 2-1 dari Malaysia. namun angka segitu tak cukup membuat Garuda Memboyong piala AFF. Jadilah Malaysia juara pertama, dengan Indonesia cukup di peringkat kedua. Diakui juga Ada penyebab lain kekalahan saat itu, yaitu supporter tim Malaysia yang menggunakan laser.
 

Tak hanya di piala AFF, kemenangan timnas juga dirayakan secara berlebihan oleh masyakarat pada kualifikasi piala dunia kemarin. Padahal masih pada zona asia saja, dan perjalanan masih sangat jauh. Tapi euforia yang ditunjukkan seolah kita sudah mendapatkan tiket untuk bertanding dengan tim besar sekelas Brazil, Spayol dan kawan-kawan di piala dunia. “Garuda Menuju Piala Dunia” esoknya sudah menghiasi layar kaca.
 

Tak hanya berita-berita yang menunjukkan euforia yang berlebihan ini, masyarakat dari seluruh penjuru pun ikut andil dalam perayaan kemenangan ‘akbar’ itu. Dimana-mana ada saja orang yang bercerita seolah-olah tim kita sudah berada di atas angin. Bahkan ada yang menggelar do’a dan zikir akbar untuk kemenangan timnas indonesia. Jika mengutip judul sebuah film garapan aktor sekaligus sutradara senior Dedi Mizwar kira-kira begini “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
 

Menyikapi Kemenangan 
Pada suatu kesempatan, ketua Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI), Djohar Arifin Husain sempat berkunjung ke universitas dimana penulis belajar. Ia sempat memberikan ceramah pada pertangahan bulan Ramadhan kemarin 13 Agustus 2011 tepatnya. Lebih banyak berbicara masalah bola, karena memang lagi hangat. Saat moderator memberikan kesempatan pada audience untuk bertanya, seseorang sempat mengangkat tangan, namanya Dalail Ahmad. Lantas ia bertanya tentang euforia berlebihan yang terjadi dalam tubuh pemain timnas, menurutnya euforia itu sedikit banyaknya membawa sifat takabur dari masing-masing pemain. Ia bertanya pendekatan apa yang dilakukan PSSI agar sifat takabur tidak ada dalam tubuh timnas.
 

Sebenarnya pertanyaan tersebut sangat masuk akal, ketika timnas menang berulang kali pada piala AFF, tentu sifat takabur dan menganggap rendah pemain lawan muncul. Itu sifat yang manusiawi. Namun bagaimana sifat seperti ini ditekan agar tidak menimbulkan sikap merasa diri lebih hebat yang kelak akan menghancurkan diri sendiri itu.
 

Kemenangan pertama Timnas ini barangkali juga akan mendapatkan sikap yang sama dari berbagai kalangan, baik itu masyarakat maupun dari para pemain sendiri. Pertanyaannya apakah kelak tim kesayangan kita ini akan mengalami nasib yang sama, tentu semua orang berharap tidak. Termasuk penulis sendiri. Bagaimanapun kemenangan tetap menjadi target. Paling tidak meskipun kita tidak langsung terjun menggiring bola di lapangan, kemenangan yang diraih timnas merupakan suatu hadiah yang sangat membanggakan bagi setiap orang Indonesia yang memiliki rasa nasionalisme. Tentu kita semua berharap Indonesia dapat meraih emas pada Sea Games tahun ini, apalagi mengingat kita merupakan tuan rumah dari agenda akbar dunia olahraga ini.
 

Tak salah memang merayakan kemenangan, sebab tak semua orang mampu meraih kemenangan. Namun hendaknya perayaan-perayaan semacam itu tidak dilakukan secara berlebihan. Hingga kemudian dapat menimbulkan penyakit hati seperti takabur. Jika takabur sudah bersemanyam, maka tenggelamlah kita dalam penyesalan. Kemenangan semata-mata bukan untuk dipamerkan, melainkan juga ujian bagi kita untuk menjaga kebersihan hati. Apakah dengan menghadapi kemenangan lantas kita lupa karena siapa kita meraih kemenangan itu, atau kita merasa kemenangan itu mutlak dari hasil usaha kita sendiri.
    

Tentu tidak, kemenangan diraih bukan semata-mata karena usaha, usaha yang dilakukan tanpa do’a pada dasarnya bukanlah apa-apa. Untuk itu mari kita semua berdo’a (dalam hati saja) masing-masing demi kemenangan kita, bukan hanya dalam sepak bola, tapi mencakup semua aspek kehidupan. Dan semoga timnas Garuda Indonesia dapat meraih emas pada sea games tahun ini. Hingga kembali mengharumkan nama baik bangsa, siapa yang tidak bangga. Selamat berjuang Garuda Muda!!
Penulis adalah Mahasiswa semester V Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Fakultas KIP.    

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.