Skip to main content

Menyoal Etika Tayangan Spesial Ramadhan


Sudah menjadi tradisi ketika bulan Ramadhan (bahkan masih menjelang), stasiun-stasiun televisi berlomba-lomba menyiarkan atau merancang program spesial Ramadhan baik itu tayang saat sahur, sebelum berbuka atau pada malam hari. Namun apakah tayangan spesial tersebut benar “spesial” Ramadhan atau bukan? Apakah tayangan tersebut menyajikan tayangan mendidik dan bermoral kepada penontonnya, atau malah merusak moral masyarakat di bulan suci tersebut?


Dahulu, atau beberapa tahun yang lalu, tayangan televisi spesial Ramadhan kebanyakan di isi oleh sinetron rohani. Namun sekarang, karena memperhitungkan Rating agaknya acara spesial Ramadhan lebih banyak diisi oleh komedi-komedi yang lebih banyak ditonton masyarakat sekarang.

“Cium…cium…cium”, kata itu diucapkan oleh salah seorang komedian yang mengisi salah satu acara spesial Ramadhan (hanya tayang saat ramadhan) di salah satu stasiun TV swasta Indonesia, saat itu tayang menjelang sore hari. Ia “bergurau” kepada lawan mainnya agar mencium seorang bintang tamu. Si lawan main pun buru-buru bertingkah dan penonton ikut-ikutan mengucapkan bahkan lebih keras sambil terbahak-bahak.

Itu penulis ambil langsung dari scene tayangan tersebut. Tayangan yang katanya spesial untuk mengisi bulan Ramadhan namun sama sekali tidak mencerminkan sisi-sisi positif dari bulan suci tersebut. Dan parahnya, acara itu ditayangkan pada siang hari.

Tak hanya tayangan di atas, komedi-komedi “spesial” Ramadhan yang tayang pada jam sahur pun juga bertingkah demikian. Hingga AA Gym ikut berkomentar soal tayangan tersebut. Menurutnya acara komedi sahur melecehkan bulan suci Ramadhan dan tidak membawa pesan moral yang baik. Seharusnya acara sahur diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. “Stasiun TV harus punya peraturan khusus yang mengatur etika bergurau,” katanya. (Waspada, selasa 31 Juli 2012)

Seorang teman penulis juga sempat merasa jengkel dengan tayangan berinisial “WKS” yang sempat menayangkan goyangan-goyangan yang tidak layak dipertontonkan. Ketika itu penonton di studio diminta untuk bergoyang, dan yang goyangannya paling heboh akan mendapat hadiah. Dan tayangan itu disiarkan live sekitar pukul 4.00 WIB (waktu sahur).

Tidak menjadi masalah ketika tayangan tersebut tepat sasaran, waktu tayang dan tujuan tayangan tersebut. Tapi masalahnya acara tersebut berorientasi pada tayangan “spesial” Ramadhan. Perlu dilihat segmentasin acaranya, jam berapa ditayangkan dan program apa itu. Kalau acara tersebut khusus acara dewasa dan tanpa embel-embel Ramadhan barangkali sah-sah saja.

Tak cukup sampai disitu, selain tingkah para pemain yang “tidak tepat”, ucapan para komedian pun kerap kali tidak dijaga. Komedi saling menghina fisik satu sama lain seolah sudah menjadi tren dunia komedi saat ini. Hingga dalam beberapa hari Ramadhan ini, KPI sudah melayangkan teguran kepada dua stasiun TV yang dianggap melakukan pelanggaran, yaitu TransTV dengan “WKS”-nya dan RCTI dengan “Kampung Sahur Bejo”-nya.

Kedua acara tersebut dianggap konsisten menampilkan adegan yang melecehkan orang berkondisi fisik atau berorientasi seks dan identitas gender. Komedi saling menghina ini sudah menular hampir ke semua acara komedi. Padahal beberapa komedian sudah sering tersandung kasus denan KPI. Uniknya Komedian yang tersandung tersebut tetap saja tidak jera melecehkan orang lain. Konon lagi yang belum pernah ditegur.

Tak Cukup Ganti Nama

Sudah menjadi kebiasaan pula ketika sebuah tayangan TV ditegur oleh pihak berwajib para penyelenggara menanggapinya biasa saja. Paling bisa yang dilakukan adalah dengan mengganti nama acara tersebut. Namun alasan kenapa teguran diberikan tidak banyak diubah,  malah ada yang tidak berubah sama sekali.

Sebut saja tayangan “Bukan Empat Mata”, dulu popular sekali dengan judul “Empat Mata” namun karena teguran dari berbagai pihak karena tayangan sempat menuai kontroversi. Alhasil tayangan tersebut tetap disiarkan namun dengan tambahan “Bukan” di judulnya. Apakah ada perbedaan dari tayangan before dan after pergantian judul tersebut. Penonton sendirilah yang harus menilai.

Begitupun dengan “WKS” , dahulu acara ini bernama “Saatnya Kita Sahur” namun tahun ini juga diganti. Apakah tidak ada sanksi yang lebih tegas untuk menyikapi acara-acara yang tidak sesuai dengan ciri Khas kita ini? Jika terus menerus seperti ini menonton televisi akan menjadi hal yang berbahaya bagi anak-anak kita kelak.

Cerdas Memilih

Sebagai penonton, kita pun patut untuk cerdas dalam memilih tayangan televisi. Televisi tak hanya untuk menghibur, tapi Televisi mampu berfungsi sebagai media komunikasi, informasi, juga sebagai media pendidikan. Untuk itu kita harus cerdas dalam memilih tayangan yang bermanfaat. Apalagi di bulan Ramadhan ini. Sangat banyak tayangan yang bermanfaat yang layak kita tonton, yang menambah pengetahun serta iman kita. Namun banyak pula tanyangan Ramadhan yang sama sekali tidak mencerminkan tayangan spesial Ramadhan.

Bagi para penggemar beberapa tayangan yang saya uraikan di atas, jikalau pun mau menonton tayang model demikian hindari dari pandangan anak-anak. Sebab hal itu bisa merusak perilaku anak yang masih rentan. Tak hanya tayangan di atas, namun tayangan-tayangan lain yang juga dianggap “berbahaya” bagi anak kita.

Satu hal lagi, tidak hanya komedi yang layak kita cermati, namun serial TV lain seperti sinetron (baik spesial Ramadhan atau bukan) juga layak untuk kita tinjau. Sinetron yang kebanyakan bercerita tentang cinta, harta dan sifat iri dan dengki para pemain antagonisnya serta melempemnya si pemeran utama layak untuk di kritisi. Jangan terbuai dengan cerita yang menurut saya pribadi monoton begitu saja.

Jika pun ada sinerton spesial ramadhan, yang bermaksud untuk menebarkan kebaikan selama bulan ramadhan, janganlah pula menayangkan sisi keburukan pemain antagonis yang lebih besar porsinya ketimbang sisi nilai kebaikannya. Hingga tidak bisa dibedakan mana sinetron spesial ramadhan dan mana yang bukan. Seolah penonton sudah bisa menebak alur sinetron yang selalu menyajikan permasalah perselingkuhan, kekerasa, kedengkian dan penindasan.

Carilah sinetron dan tayangan televisi yang “bergizi”. Yang tak semata di buat demi kepentingan rating dan keuntungan belaka namun kaya akan pesan moral dan kebaikan. Kita bisa memilih sendiri mana tayangan yang berkualitas dan yang bukan. Maka tontonlah hanya tayangan yang berkualitas apalagi jika menonton bersama dengan sanak saudara. Selamat menonton.*** 

Penulis adalah mahasiswa FKIP UMSU, Pimpinan Redaksi Persma Teropong

dimuat di harian analisa, 15 Agustus 2012

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.