Skip to main content

Berantas Korupsi dari Akar!



Baru-baru ini babak baru perjuangan KPK dalam memberantas korupsi kembali mengalami sebuah ironi. DPR dinilai benar-benar mengkhianati amanat rakyat, karena ingin mempreteli kewenangan KPK melalui revisi Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang KPK. (Kompas, Kamis 27 September 2012).

Ini kedua kalinya setelah sebelumnya anggaran Pembangunan gedung baru KPK yang sudah masuk alokasi 2012 tak kunjung disetujui oleh DPR, dengan alasan efisiensi dan kelembagaan KPK yang merupakan lembaga Ad Hoc. DPR pun mensyaratkan penuntasan kasus besar seperti skandal Bank Century, Proyek Wisma Atlet dan Hambalang kepada KPK, semacam hadiah bagi mereka (KPK) jika mampu menuntaskan semua kasus tersebut, barulah DPR memberikan Gedung Baru.


Dengan bantuan media massa, dalam hal ini Pers, opini masyarakat terhadap problematika pemberantasan korupsi yang terjadi saat ini pun mencuat. Ada dua opini yang berkembang sepanjang diskusi penulis dengan beberapa teman mahasiswa maupun orang awam.

Yang pertama, Bargaining yang dilakukan DPR seakan memberikan syarat kepada KPK untuk meningkatkan kinerja mereka terhadap pemberantasan kasus korupsi berjamaah/terstruktural yang hingga kini masih belum menunjukkan titik terang, seperti beberapa kasus. Sedangkan yang kedua adalah, sikap yang ditunjukkan oleh DPR tersebut dinilai sebagai upaya dalam usaha pengkerdilan dan pelemahan “kesaktian” KPK dalam memberantas korupsi.

Ini dibuktikan dari banyaknya dukungan rakyat terhadap gerakan “Saweran Rakyat Untuk Gedung KPK” yang menerima segala jenis bantuan baik koin, uang, batu bata, dan lainnya beberapa waktu lalu.

Terlepas dari benar atau tidaknya opini yang berkembang di masyarakat saat ini. pemberantasan korupsi di negeri ini memang patut didukung. Meski sebagian anggota DPR menolak jika dikatakan DPR melemahkan KPK, namun polemik korupsi yang berjamaah oleh elit politik bak menepuk air di dulang, hingga terkena wajah sendiri.

Kepercayaan masyarakat terhadap DPR menurun seiring dengan banyaknya kasus yang terjadi, hingga saat ini dukungan untuk KPK jauh lebih besar.

Upaya Memberantas Korupsi

Korupsi di negeri ini sulit sekali diberantas, praktek korupsi yang dilakukan semakin canggih, hingga butuh usaha ekstra untuk mengurai kasusnya. Tak hanya menghabiskan tenaga namun juga biaya yang fantastis, masih ingat berapa dana yang dikeluarkan hanya untuk menjemput tersangka Nazaruddin dari Bogota, Colombia ketika tertangkap oleh Polisi Internasional? Jumlah yang fantastis bukan?

Belum lagi hukuman yang diberikan kepada para koruptor yang terkesan tidak memberikan efek jera sama sekali, bahkan masih bisa melenggang dengan tenang, seperti Gayus yang mampu keluar penjara untuk menonton pertandingan tenis atau Artalyta yang memiliki penjara “bintang 5”. Inipun menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menurun.

Hingga muncul pendapat yang menyatakan bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari membersihkan para aparat penegak hukum (Polisi, Kejaksaan, dan Pengadilan) dengan harapan semua lembaga kelak dapat bekerja dengan maksimal dalam memberantas korupsi.

Benar, tapi kapan kita bisa merealisasikan hal tersebut? Menurut Rinto Tampubolon, Korupsi itu bisa jadi sebuah candu yang sudah melekat pada diri sebagian orang, secara sadar atau tidak kita belajar bagaimana untuk menjadi koruptor dari kehidupan sekitar. Meski tidak berbuat tapi menyaksikan atau mendengar orang yang melakukan tidak korupsi tanpa berbuat apa-apa adalah termasuk belajar untuk korupsi.

Ibarat candu Narkoba dan Rokok, kita harus mencegahnya dengan tidak menyentuhnya sama
sekali. Iklan layanan masyarakat untuk tidak menyentuh narkoba terutama bagi kaum pelajar
banyak sekali ditebar, tapi kenapa iklan untuk tidak menyentuh uang haram korupsi tidak
Padahal, menurut hemat penulis, korupsi itu merupakan kejahatan luar biasa yang tak cukup
diberantas ketika sudah menjadi “besar” saja, tapi harus diberantas dari akarnya, bahkan dicegah agar tidak terjadi. Ibarat jamur, korupsi harus diselesaikan dari akarnya bukan hanya dari luarnya saja.

Pemberantasan korupsi untuk tingkat koruptor kelas kakap jelas perlu ditingkatkan, namun hendaknya pemberantasan korupsi juga ditingkatkan untuk koruptor bau kencur yang baru jadi. Untuk itu penyuluhan tentang antikorupsi dan pemberantasan korupsi di kota dan desa, atau dari struktural pemerintahan terkecil sekalipun harus memiliki jatah yang sama, agar tidak memunculkan koruptor-koruptor kelas kakap yang baru dan menggantikan koruptor kelas kakap yang telah tertangkap.

Mengingat poster tentang pengaduan tindak pidana korupsi sudah tertempel di beberapa kantor kelurahan, namun penulis rasa masih belum efektif. Perlu penyuluhan lebih dalam tentang kasus korupsi ini kepada masyarakat awam terutama di desa. Agar mereka mampu ikut berpartisipasi dalam membangun Negara yang bersih, para (calon) pemimpin juga harusnya mampu memberikan penyuluhan sekaligus mencontohkan tindakan mulia tentang pemberantasan korupsi, dimulai dari kampanye anti politik uang yang mereka lakukan.

Mulai dari Generasi Muda

Sementara itu, untuk generasi pemuda, baik pelajar atau mahasiswa yang notabene akan menggantikan para pejabat Negara sekarang, juga harus diterapkan sikap anti korupsi. Agar mata rantai korupsi di negeri ini benar-benar terputus dengan munculnya generasi emas baru.

Pendidikan karakter perlu diterapkan di setiap lini pendidikan sebab Negara yang lupa memberikan pemahaman tentang perilaku yang berbudi luhur boleh jadi menyebabkan masyarakatnya untuk terbiasa akan perilaku yang tidak baik. Bangsa yang mengabaikan pendidikan karakter berarti mengabaikan pentingnya perjuangan untuk menumbuhkan kembangkan kebaikan.

Serta untuk mahasiswa, segala macam praktek yang mempelajari untuk membuka peluang korupsi perlu ditutup aksesnya. Penulis pikir, tak sedikit koruptor belajar korupsi saat mereka
menjadi mahasiswa. Kita harus mengakui, terutama dalam setiap kegiatan yang digelar baik itu keperluan perguruan tinggi atau hanya sekadar program kerja lembaga, peluang korupsi dan mark up sangat terbuka luas.

Untuk itu penanaman sikap bersih dan transparan harus dibiasakan, Laporan Pertanggung Jawaban dari setiap kegiatan perlu diberikan sejelas-jelasnya agar tidak muncul peluang untuk korupsi. Kita belajar dari kehidupan, jika kita menerapkan sikap transparan dalam setiap kegiatan yang kita lakukan akan terbiasa bagi kita untuk kedepannya tidak melakukan “kegiatan” terselubung tanpa diketahui orang lain.

Semoga kedepan negera kita benar terlepas dari polemik dramaturgi korupsi ini, karena jika tidak, Negara ini akan terus mendapat sorotan yang tidak baik di mata dunia. Penulis berharap peringkat Indonesia dalam ihwal Negara terkorup tidak meningkat lagi kedepannya, melainkan terus mengalami kemajuan dalam pemberantasan korupsi. Mari kita semua berantas korupsi dari akarnya.***

Penulis adalah mahasiswa FKIP UMSU, Pimpinan Redaksi Pers Mahasiswa Teropong

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.