Skip to main content

Tanpamu


Hari kedua tanpa mu, rasanya bahkan jauh lebih sulit dari kemarin. Begitu mata ini terbuka, yang diingat pertama kali adalah kau. Rasanya tangan ini bergerak sendiri untuk sekadar melihat handphone dan berharap ada pesan balasan dari mu, yang ternyata tidak ada. Tanpa sadar pula tiba-tiba jari ini mencari kontak atas namamu “my Beiby” untuk sekedar di Miscall agar kau bangun lebih pagi. Untungnya beberapa detik kemudian tersadar bahwa pagi ini sudah berbeda. Lagipula aku sudah me-rename namamu di kontak menjadi “******”, jika tidak mungkin sudah berpuluh kali aku salah kirim sms. karena sampai 2 hari sebelumnya kau satu-satunya orang yang paling sering aku kirimi pesan singkat.

Aku tidak tahu mengapa, rasanya aku ingin sekali bertanya, “apa kau merasakan hal yang sama, sama seperti apa yang aku rasakan? Apa kau merasa kehilangan, sama seperti kehilangan yang aku rasakan?” tapi tentu itu pertanyaan bodoh. Karena jawabannya sudah pasti tidak. Sebab jika ia, kau tidak akan bisa tertawa. Sama seperti ku, yang tidak bisa tertawa. Bahkan untuk tersenyum pun semua itu terpaksa. Dan terlebih jika kau merasakan hal yang sama, maka kau pun tak akan bisa melepaskan ku begitu saja. Sebab aku tak bisa melepasmu.

Ini sepenggal lirik lagu yang begitu pas.
“ku tau kau tak tersenyum melihat ku menangis..
Maka sekuat tenaga ku kurelakan saat kepergianmu...
Tak kan pernah, ku lupakan dirimu...
Tak kan sanggup...ku lupakan semua....”

Apa secepat itu kau melupakan ku, ya mungkin bagi orang yang tidak memiliki perasaan akan sangat mudah, aku tak tahu apakah pertanyaan terakhir ku itu kau jawab jujur atau tidak. Tapi toh itu tidak penting, karena keputusan mu sudah bulat. Ini mungkin yang terbaik bagi kita. Meskipun begitu sakit yang kurasa. Sangat sakit pula jika melihat mu atau bertatap muka dengan mu, dan melihatmu memandang kosong kearah ku, seolah tak pernah terjadi apa-apa. Hanya setitik kecil raut yang berbeda. Apa secepat itu kau melupakan ku? Sementara aku disini tak bisa berhenti memikirkan mu?

Dua malam ini, tepatnya tengah malam aku selalu sms kamu, tidak ada niat untuk menggangu atau membuat mu jadi ikut merasakan apa yang aku rasakan (galau). Tapi sangat berat rasanya melepas bayang mu. Terang saja, hampir tiap jam selalu dapat kabar dari mu, bahkan semenit saja tak ada balasan aku merasa sepi. Dan sekarang 1 hari 1 malam tanpa ada seorang pun yang menanyakan kabar. Tanpa ada seorangpun yang memberi perhatian. Tiba-tiba sunyi. Sunyi sekali.......

Mungkin kau juga terganggu dengan pesan singkatku yang isinya ya tentang apa yang aku rasakan. Aku sebenarnya takut kau akan bilang “lebay kali ni orang” dalam hati atau kau bilang pada teman-teman mu. Tapi aku tak tau harus bagaimana lagi. Cuma itu yang bisa aku lakukan, paling tidak itu bisa mengurangi rasa rindu ku pada mu. Rasa rindu ku akan keberadaanmu disisi ku. Rasa rindu ku atas sayang ku pada mu yang dipaksa untuk berhenti. Aku boleh pesan sesuatu? “jangan pernah kau minta aku untuk membenci mu, karena itu tidak akan terjadi”. Beberapa orang berkata yang tidak enak tentang sikap mu, tapi aku tidak mau percaya. Karena aku lebih percaya kamu.

Setiap orang memang berhak mencintai, tapi tidak setiap orang pula berkewajiban untuk membalas cinta. Mungkin itu yang bisa ku ucapkan. Aku berhak jatuh cinta pada mu.. tapi kau tidak berkewajiban untuk membalasnya. J

Masih ingat bait ini?

“Tanahku kembali sepi
Sepi laksana sedia kala
Tapi bungamu tak bisa layu begitu saja
Butuh waktu yang lama
Hingga kau kembali menata,
Atau hingga tanah kembali rata
Dan orang lain kembali menyapanya
Entah kapan.”

Aku persembahkan lagi. J

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.