Skip to main content

Pilpres 2014 : Pimpinan Partai atau Tokoh Alternatif?



Setahun lagi tepatnya di tahun 2014 mendatang, pesta demokrasi bagi bangsa Indonesia akan digelar. Adalah pemilihan presiden Indonesia ke 7 yang merupakan moment yang paling kita tunggu-tunggu, untuk menentukan siapa pemimpin negara ini selanjutnya. Tentu dengan harapan agar kepala negara berikutnya akan lebih baik dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya. Di tengah gejolak politik yang kini tengah melanda negeri kita seiring banyaknya politisi dari berbagai parpol yang tersandung kasus korupsi boleh jadi merupakan titik balik ketidak percayaan masyarakat terhadap partai.

Meskipun demikian, UUD 1945 mengatur bahwa capres dan cawapres diusulkan oleh partai politik maupun gabungan parpol, sehingga publik pun tahu betul siapa yang hingga kini sudah jelas atau dengan lantang menyatakan diri sebagai calon presiden. Bursa calon presiden hingga kini juga masih didominasi oleh wajah-wajah lama, mereka adalah ARB (Aburizal Bakri), Ketua Umum Partai Golkar, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa, Ketua  Umum PDI-P, Megawati Soekarno Putri dan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.


Kalau nama-nama di atas tidak perlu dipertanyakan lagi, sebab mereka adalah pemimpin partai yang punya elektabilitas yang tinggi. Nama mereka juga sering disiarkan media-media nasional, baik cetak dan elektronik. Apalagi nama-nama tertentu yang memiliki “media” sendiri. namun pertanyaannya kembali pada paragraf di atas, apakah nama-nama tersebut dapat memenuhi harapan masyarakat terhadap presiden berikutnya? Mengingat lagi banyaknya partai yang kehilangan kepercayaan di mata masyarakat.

Satu saja politisi partai yang tersandung kasus, dan media memberitakannya secara besar-besaran. Maka citra partai tersebut tentu saja turun. Seperti partai penguasa, Demokrat, yang beberapa tokoh pentingnya seperti Andi Malaranggeng, Angelina Sondakh, dan Nazzaruddin yang tersandung kasus korupsi. Sekarang giliran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengalaminya. Sejak ditetapkannya Presiden PKS sebagai tersangka kasus suap daging import, serta merta banyak rakyat mencela partai tersebut. Apalagi partai tersebut disebut-sebut sebagai partai dakwah.

Menanti Tokoh Alternatif

Hasil Lembaga Survei Indonesia (LSI)  yang saya kutip dari harian Kompas (27/1) kemarin, mengatakan bahwa saat ini publik sedang mencari capres dari jalur lain selain pimpinan partai. Pada akhir november lalu LSI menggelar survei penilaian Opinion Leader tentang capres berkualitas. Hasilnya ada lima tokoh baru untuk capres yakni ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri BUMN Dahlan Iskan, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid.

Hasil survei ini membuktikan bahwa masyarakat kita sudah cerdas. Paham bagaimana sebenarnya kriteria pemimpin yang diharapkan. Sehingga bisa menimbulkan nama-nama baru dalam pesta demokrasi pilpres mendatang. Tapi apakah para calon alternatif yang dipandang mampu memimpin bangsa ini kedepannya siap untuk dicalonkan?

Klasik memang, beberapa nama di atas hingga kini belum ada yang berani mendeklarasikan kesiapannya sebagai calon presiden. Jusuf Kalla dan Mahfud MD belum menjelaskan apa-apa. Kendala bagi tokoh alternatif untuk mencalonkan diri sebagai capres adalah tidak ada partai politik pendukung. Namun jika mereka tidak segera mendeklarasikan diri sebagai capres, mengingat pemilu tinggal sebentar lagi, jika tidak maka rakyat tidak akan tahu dan mengenal siapa pemimpin mereka.

Sebenarnya menurut penulis pribadi, ini adalah momentum yang bagus bagi para tokoh alternatif untuk maju dalam pilpres. Wajah-wajah lama yang hingga kini masuk bursa calon presiden, belum sepenuhnya cukup mendapat hati di masyarakat. Bahkan tokoh-tokoh alternatif tersebut lah yang menjadi pembicaraan masyarakat dari kalangan atas, hingga bawah sekali pun. Seperti frontalnya seorang Dahlan Iskan dalam mengatasi masalah kemacetan di jalan tol, dan urusan-urusan BUMN, juga getolnya ia menghargai mobil listrik karya anak bangsa.

Atau keberanian Mahfud MD dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Jusuf Kalla dengan ide dan gagasan-gagasannya yang selalu menjadi referensi media. Itulah yang dibicarakan masyarakat dari kantor ke kantor, bahkan di kedai kopi sekalipun. Meskipun banyak pendapat yang menyatakan bahwa semua tindakan itu adalah pencitraan belaka demi menghadapi pilpres 2014 mendatang. Tapi saya rasa itu lebih baik dari pada hanya berkomentar dan menyalahkan orang lain. Atau sibuk mengurusi partainya saja.

Harapan masyarakat akan pemimpin yang tegas dan sejuta inovasi dalam mengatasi permasalahan bangsa ini hendaknya dipuaskan dengan deklarasi sebagai capres secepatnya. Jika elektabilitas nama-nama tersebut  tinggi maka partai pun boleh jadi meminang mereka sebagai capres. Kita tentu tidak ingin “disuapi” capres oleh parpol dalam waktu yang sempit. Semoga saja, kedepannya akan lebih banyak lagi tokoh-tokoh alternatif yang mampu meramaikan bursa calon presiden di 2014 mendatang. Dan tidak hanya meramaikan tetapi juga mampu memenuhi keinginan masyarakat akan pemimpin yang ideal. Semoga. ***

Penulis adalah Mahasiswa UMSU Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Artikel ini dimuat di harian Analisa, Rabu, 3 APRIL 2013

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.