Skip to main content

Wajib Militer untuk Indonesia (?)


Dalam beberapa hari terakhir ramai diberitakan media massa nasional bahwa Komisi I DPR saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Komponen Cadangan Pertahanan Negara yang akan memberlakukan Wajib Militer (Wamil) bagi warna Negara Indonesia sebagai bagian dari pengabdian kepada Negara. Spontan berita ini menjadi topik hangat pembicaraan dari berbagai kalangan, tanpa tedeng aling-aling muncul kata ‘Wamil’ ke telinga masyarakat. Ada apa gerangan kenapa tiba-tiba ada RUU untuk mewajibkan masyarakat untuk latihan militer?

Munculnya Rancangan Undang-undang ini pun, walau baru beberapa hari saja, sudah menuai pro dan kontra. Tentang apakah Indonesia saat ini memang sedang membutuhkan peraturan untuk mewajibkan masyarakatnya untuk melaksanakan latihan militer atau tidak, atau mungkin RUU ini memiliki maksud dan tujuan lain. Sebagian kalangan masyarakat menganggap bahwa Wamil memang patut dilaksanakan di Indonesia, sebagian lagi mengatakan belum saatnya.


Penulis pribadi pun sempat terkejut membaca berita yang memuat tentang RUU wajib militer tersebut, betapa tidak, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja muncul. Meskipun katanya RUU ini sebenarnya sudah lama dibahas, namun rasanya kita patut mempertanyakan urgensi wajib militer ini.

Sebagai pengabdian terhadap Negara, maka semua orang wajib mengikuti wajib militer agar bisa dipakai menjadi komponen cadangan ketika dibutuhkan. Namun mengingat kondisi Negara saat ini yang sedang stabil, tidak ada ancaman dari luar, tidak dalam keadaan darurat dan perang, serta tidak ada rencana untuk melakukan agresi, maka rasanya belum perlu untuk melaksanakan wajib militer.

Secara umum ada dua hal yang menyebabkan sebuah Negara menerapkan wajib militer bagi warganya. Pertama, jika Negara sedang berada dalam ancaman serius. Saat ini Indonesia tidak menghadapi ancaman yang sangat serius terkait pertahanan Negara. Untuk mempererat rasa kesatuan, kita hanya perlu untuk ‘menyuntikkan’ paham ke-Indonesia-an agar rasa nasionalisme warga tetap terjaga.

Yang kedua adalah minimnya masyarakat yang ingin menjadi bagian dari militer Negara. Negara maju dengan populasi warga yang relatif kecil serta minimnya keinginan masyarakat untuk ambil bagian dalam abdi Negara dalam hal pertahanan, sepatutnya melaksanakan wajib militer. Sehingga apabila dibutuhkan maka warga bisa menjadi cadangan militer Negara. Namun kini di Indonesia kondisinya masih berbeda.

Di Negara ini, animo masyarakat untuk menjadi TNI masih sangat besar, sehingga kita masih belum kekurangan anggota TNI. Anies Baswedan, Praktisi pendidikan nasional menyebutkan bahwa Negara yang patut melaksanakan wajib militer adalah Negara yang kondisi militernya tidak massive. Sementara Indonesia kita bisa menilai sendiri.

Selain itu harus diakui bahwa penerapan wajib militer ini tidak lah mudah. Minimal akan membutuhkan biaya yang sangat besar serta infrastruktur yang memadai mengingat jumlah warga Indonesia sangat banyak.  Dalam satu angkatan, terdapat 5,6 juta anak, jika setengah atau seperempatnya adalah laki-laki maka sebanyak itulah segala macam keperluan yang harus dikeluarkan negara.

Resolusi PBB
Perlu diketahui bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pernah mengeluarkan resolusi ke-88 yang berisi penolakan terhadap wajib militer mengingat adalah merupakan hak asasi manusia untuk meyakini bahwa konflik tidak harus diselesaikan dengan senjata. Karenanya beberapa Negara mencabut peraturan wajib militer, seperti Hongaria, Bosnia dan yang terakhit Jerman yang mencabut wajib militer tahun 2011.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro melalui Tribunnews.com berdalih bahwa RUU yang kini tengah digodok bukan sebagai wajib militer, melainkan sebagai pengabdian terhadap Negara. Karena RUU itu nantinya akan membuka kesempatan bagi warga untuk mengabdikan diri kepada negaranya. Namun berdasarkan draft RUU tersebut, akan ada sanksi bagi yang menolak untuk melaksanakannya berdasarkan pasal 38 RUU akan dikenakan hukuman maksimal satu tahun penjara.

Terlepas dari pro kontra RUU Komcad yang dikenal orang awam (termasuk penulis) sebagai wajib militer ini, semoga saja apapun keputusannya nanti, entah RUU itu menjadi UU atau tidak. Memang perlu kita sadari bahwa sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negaranya untuk membela Negara tanah air dengan segenap  jiwa raganya. Terlebih penting dari penerapan RUU tersebut adalah penanaman untuk mencintai Negara serta pemersatu bangsa lah yang harus di prioritaskan agar masyarakat tidak kian apatis terhadap permasalahan bangsa yang kian rumit.
Semoga saja RUU ini bukan ‘proyek’ untuk membuka peluang-peluang korupsi baru yang kemudian melahirkan lagi koruptor-koruptor kelas kakap yang merugikan Negara lebih besar dari yang sebelum sebelumnya. Tuhan melarang kita untuk melakukan sesuatu yang lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya. Kita hanya bisa menanti dan mengawasi saja. ***
Penulis adalah Mahasiswa Semester Akhir UMSU dan Sekretaris Format Publishing
 Artikel ini dimuat di harian Analisa 21 Juni 2013

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.