Banjir yang melanda Ibukota Jakarta dan Manado
kemarin menjadi berita yang dikonsumsi oleh seluruh dunia. Betapa mirisnya
menyaksikan rangkaian video yang disiarkan oleh berita-berita dari stasiun TV
swasta yang menampilkan ganasnya alam ketika sedang marah. Ibu kota negara kita
seperti ditampilkan dalam video, lumpuh, direndam air.
Belum lagi menyaksikan beberapa orang yang
berjuang melawan banjir untuk proses evakuasi, serta yang ingin tetap bertahan
di rumahnya karena takut barang-barang berharga dijarah oleh orang tak
bertanggung jawab. Bencana banjir di Jakarta dan Manado setidaknya sudah
memakan korban jiwa.
Belum cukup sampai di situ, masalah tentu akan
berdatangan lagi, mengingat ratusan warga Jakarta yang tengah mengungsi
menghindari banjir tentu harus mengalami berbagai hambatan seperti kurangnya
bahan makanan dan selimut. Aktifitas warga benar-benar lumpuh karena banyaknya
jalan yang tidak bisa dilalui. Beberapa Moda Transportasi pun terpaksa harus
berhenti tidak sampai pada tempatnya biasa. Akibatnya banyak kantor dan
perusahaan terpaksa tutup, tak luput juga sekolah-sekolah.
Trending Topic dan lelucon
Kecepatan akses berita menjadi senjata ampuh untuk
mengabarkan keadaan yang melanda Indonesia saat ini, paling banyak yang menjadi
berita tentu saja Ibukota, Jakarta. Tak hanya di Indonesia, tapi juga di
seluruh dunia. Harian-harian serta kantor berita mancanegara banyak memuat
berita seputar banjir yang melanda Jakarta. Ini bagian dari bentuk kepedulian
dunia terhadap Indonesia. Sangat diharapkan melalui berita-berita tersebut akan
mengalir bantuan-bantuan yang sangat dibutuhkan oleh pengungsi.
Selain di harian dan halaman berita dunia, informasi
seputar banjir Jakarta, Indonesia ini juga menjadi trending topic di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Di Twitter mention dengan Hastag #PrayforJakarta
menjadi tren dijagar Twitter karena banyaknya warga yang menyebut-nyebut
Banjir di jejaring sosial tersebut. Kata Indonesia juga menjadi salah satu
topik hangat yang dibicarakan dunia.
Di samping itu, satu lagi yang membuat banjir Jakarta menjadi
miris adalah, banyak sekali orang Indonesia sendiri yang mengirimkan posting
kata-kata, atau gambar yang terkesan menjadikan bencana banjir ini sebagai
sebuah lelucon tentang betapa bobroknya negeri kita ini. Banyak sekali
postingan foto yang menurut penulis menghina dan merendahkan martabat bangsa
sendiri.
Seperti beberapa posting gambar yang menunjukkan “inilah
Indonesia (Jakarta) sebenarnya”. Miris sekali melihat sebuah foto seorang pria
yang dengan tenangnya menaiki perahu karet sedang bersantai seperti di kolam
renang di tengah-tengah genangan banjir di Kota Jakarta, ada juga seorang pria
yang berselancar dengan papan selancar asli yang ditarik dengan sepeda motor.
Dan gambar itu ditulis judul besar-besar “Visit Indonesia”. Miris jika dilihat
wisatawan mancanegara.
Ada juga posting gambar dengan tulisan “Di Amerika, jika
hujan turun lebat. 15 menit kemudian genangan air sudah menghilang dari jalan
raya. Di Indonesia, Hujan turun lebat, 15 menit kemudian jalan rayanya yang
menghilang” memang itu kurangnya kita. Dan mungkin itu cara mengkritik
pemerintah atas tidak siapnya menghadapi bencana. Namun tidakkan lebih baik
kita membantu para pengungsi, para korban yang jelas lebih penting saat ini.
Bukan malah menyalahkan pemerintah melulu.
Bencana bukan lelucon, bukan pula bahan tertawaan.
Harusnya kita bersama-sama mencari bagaimana mencari solusi untuk itu. Kita
punya puluhan ribu sarjana Teknik Sipil. Harusnya kita bisa mencari jalan
keluar dari situ. Coba bayangkan jika postingan itu dibaca wisatawan yang
berniat ke Indonesia, mengetahui kondisi Indonesia yang demikian bobrok,
barangkali mereka menjadi urung datang.
Bahkan yang paling miris, postingan gambar lelucon banjir
itu dipolitisi pula. Ada gambar seorang bapak yang menggendong anak untuk
mengungsikan anak tersebut dari banjir yang hingga sepinggang. Sang bapak tidak
mengenakan pakaian, kepala si bapak diganti dengan kepala mantan gubernur DKI
Jakarta , Fauzi Bowo ditambah tulisan “Mana ni Jokowi?”. Seolah menantang. Itu
memang hanya lelucon, tapi saya pikir waktunya tidak pas.
Penutup
Saat ini penulis pikir, lebih baik kita berdoa untuk
keselamatan saudara-saudara kita disana. Bukan malah menjadikan bencana
tersebut sebagai lelucon untuk ditertawakan. Kita harus sadar bahwa Jakarta
atau tempat lainnya di negara ini yang terkena banjir, adalah karena ulah kita
sendiri. membuang sampah sembarangan, tidak peduli kebersihan, tidak menjaga
ruangan terbuka hijau dan lain sebagainya.
Jadi lebih baik kita banyak memohon ampun
serta mencari solusi dari permasalahan tersebut. Untuk kita di kota lain yang
jarang terkena banjir seperti jakarta, khususnya di kota kita ini (Medan) ada
baiknya kita belajar tentang mengapa Jakarta bisa banjir sampai separah itu,
dan kita hindari penyebabnya sebelum akhirnya kota kita juga dilanda hal yang
sama. Mari kita sama-sama menjaga alam yang kita tempati ini. Sekali lagi,
banjir bukan sebuah lelucon. ***
Penulis adalah Alumni FKIP UMSU, Pimred LPM Teropong 2012
Penulis adalah Alumni FKIP UMSU, Pimred LPM Teropong 2012