Skip to main content

Memperkenalkan Sekolah Ramah Anak



Mungkin bagi sebagian banyak orang, khususnya generasi tahun 2000-an ke bawah, yang paling diingat ketika sekolah adalah betapa sekolah itu terasa ‘menakutkan’, menakutkan dalam berbagai hal yang kerap kali membuat kita malas untuk beranjak dari tempat tidur pada pagi hari untuk bersiap ke sekolah. Selalu saja ada alasan agar tak pergi kesekolah. Tidak semua orang memang, dan tidak pada semua sekolah. Tapi itulah yang penulis ingat, yakni ketika harus buru-buru ke sekolah untuk piket, karena kalau tidak akan ditampar oleh seorang guru yang killer.

Sekolah yang membuat anak tertekan secara fisik baik itu karena takut pada guru, tidak nyaman dalam pembelajaran, suasana sekolah yang tidak asri, yang membuat siswa tidak nyaman boleh jadi penyebab siswa malas untuk datang ke sekolah. Lebih dikenal dengan sekolah yang tidak ramah anak. Artinya sekolah tidak mampu memberikan rasa nyaman kepada siswa sebagai warga sekolah.

Belum lagi kasus pelecehan dan kekerasan yang menimpa siswa yang kerap terjadi di sekolah-sekolah menengah pertama dan atas belakangan ini, semisal pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru, atau kekerasan fisik seperti tamparan yang nyatanya masih sering kita dengar beritanya baik di media cetak maupun elektronik. Hal-hal semacam itu menunjukkan bahwa masih ada sekolah yang tidak ramah anak.


Pengalaman penulis ketika Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMK swasta di kota Medan, dalam sehari presentase siswa yang tidak hadir bisa mencapai sepertiga dari jumlah seluruh siswa, dan hampir seluruh siswa pernah tidak hadir (alpha) secara bergantian, bahkan hingga berhari-hari. Ketika orangtua siswa dipanggil ke sekolah untuk dikonfirmasi ternyata siswa tidak hadir bukan karena sakit atau ada izin penting, melainkan hanya karena tidak ingin masuk sekolah saja. Karena merasa tidak nyaman dengan pelajaran, dengan teman sekelas, dan menghindari guru ‘killer’ yang kebetulan masuk pada hari itu.
Memang fenomena ini kerap terjadi dan kita rasakan, barangkali anak-anak kita, adik-adik kita atau kita sendiri dulunya merasa sangat malas untuk sekolah dengan berbagai alasan. Jarang kita melihat anak yang bangun pagi dengan wajah semangat untuk segera berangkat sekolah, tapi bukan berarti tidak ada. Apalagi beberapa tahun belakangan ini, hal ini dibuktikan melalui peringkat siswa Indonesia dalam hasil Proggramme Internasional Students’ Assessment (PISA) yang menempatkan siswa-siswa Indonesia sebagai yang paling berbahagia di sekolah, tak tanggung-tanggung langsung berada di posisi pertama.
Sekolah Ramah Anak
Setiap jaman ada manusianya, dan setiap manusia ada jamannya. Ungkapan bijak yang sering kita dengar itu patut pula kita terapkan dalam pendidikan. Jaman sudah berubah, maka banyak hal pula yang harus kita ubah. Termasuk dalam hal mendidik anak-anak jaman sekarang. Para guru khususnya tidak bisa menerapkan model belajar persis seperti yang mereka terima saat masih bersekolah dulu. Saat di mana teknologi sudah sedemikian canggih begini, tentu tantangan anak-anak jaman sekarang turut berbeda pula.
Hasil sebuah penelitian yang membandingkan jenis-jenis kenakalan siswa ada 1940 dengan 50 tahun berikutnya, di sekolah yang sama menunjukkan adanya perbedaan kenakalan yang signifikan. Masalah kenakalan siswa yang dilaporkan pada tahun 1940 antara lain; berebut bicara; berbuat gaduh; berlari di lorong sekolah; memotong antrean; melanggar aturan berpakaian. Sedangkan pada 1990 didapati; penyalahgunaan narkoba; penyalahgunaan Alkohol; kehamilan; bunuh diri; pemerkosaan dan tawuran (Gurunya Manusia: 2009: 59)
Dengan adanya perubahan sikap siswa itu sekolah pun perlu berubah. Menyesuaikan diri dengan keadaan siswa saat ini. Sekolah-sekolah di Singapura mulai berbenah dalam mengelola siswa mereka sehingga mampu menciptakan keajaiban dengan menjadikan siswa mereka terbaik kedua dalam hal membaca, sains dan matematika versi PISA 2012.
Perubahan tersebut digambarkan dalam film produksi negara tersebut yang sangat menyentuh, film berjudul “I not Stupid” menggambarkan bagaimana kondisi sekolah yang baik dan guru yang mengajar dengan baik, yang merubah sekolah menakutkan menjadi sekolah yang ramah anak, bagaimana membuat siswa pada pagi harinya datang dengan senyum dan wajah semangat. Sekolah bukan menjadi beban yang terpaksa harus dilaksanakan setiap hari yang karena paksaan orang tua pula.
Penulis sering mendengar guru yang memarahi siswa dengan menyebut frasa seperti: “Ini orangtuanya yang mau sekolah ini, bukan dia (siswa)” di kantor guru ketika ‘mengadili’ siswa yang sering absen. Harusnya kita tidak buru-buru menghakimi siswa tidak mau sekolah atau malas sekolah, kita pun harus turut instrospeksi diri kenapa siswa enggan atau malas hadir ke sekolah yang mungkin saja itu karena tindakan kita (guru) sendiri, yang membuat sekolah menjadi tidak nyaman bagi siswa.
Menghargai Kecerdasan Siswa
Sekolah ramah anak juga mengenal dan menghargai hak anak untuk memperoleh pendidikan, kesempatan bermain dan bersenang, melindungi dari kekerasan dan pelecehan serta menghargai setiap kecerdasan majemuk anak. Tidak hanya berpusat pada kecerdasan secara kognitif saja. Siswa tidak hanya dinilai dari tinggi rendahnya nilai dalam suatu pelajaran tertentu, melainkan menghargai dan mensupport bakat dan kecerdasan lainnya yang dimiliki anak. Sebab dalam penelitian terbaru tentang kecerdasaan ada banyak tipe kecerdasaan yang dimiliki manusia, yakni interpersonal, intrapersonal, kinestesis, linguistic, matematis-logis, music, naturalis dan visual-spasial. Nah, setiap kecerdasan itu patut pula dihargai oleh sekolah yang ramah anak.
Sekolah yang ramah anak juga memusatkan pembelajaran pada siswa juga dilibatkan dalam berbagai hal seperti memberikan ide dalam mendesain kelas sendiri, merancang mading sendiri, menghias kelas dengan gagasan sendiri agar suasana belajar dapat dirasakan senyaman mungkin oleh siswa. Guru pun harus menjadi motivator dan fasilitator yang baik dan menyelesaikan segala permasalahan bukan dengan kekerasan.
Memberi semangat belajar siswa juga merupakan bagian dari tugas guru, untuk menstimulus itu guru perlu menciptakan strategi-strategi belajar yang kreatif agar siswa pun belajar dengan penuh semangat. Selain itu sapaan semangat dengan kata-kata penyemangat juga sangat membantu. Ada banyak sekali buku tentang stratergi mengajar kreatif yang bisa dijadikan referensi, serta bagaimana membuan lesson plan yang menarik.
Sebagai penutup, Intinya adalah bagaimana membuat sekolah itu nyaman bagi siswa, sehingga setiap paginya siswa hadir dengan semangat dan tersenyum dan menjalankan kegiatan belajar mengajar hingga tuntas tanpa rasa beban. Jika sudah begitu, guru pun akan mengajar dengan semangat pula. Sebab hak mengajar seorang guru itu ada pada tangan siswa. Siswa yang merasa nyaman dengan guru tersebut tentu akan dengan senang hati memberikan hak mengajarnya sehingga proses KBM dapat berjalan dengan lancar. Namun jika tidak, anda tahu sendiri bagaimana hasilnya. ***
Penulis adalah Guru SD Azzakiyah dan Alumni FKIP UMSU


Di muat di harian Medan Bisnis

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.