Skip to main content

Tayangan TV : Antara Pendidikan dan “Hiburan”



Jenuh. Mungkin itulah yang dirasakan sebagian masyarakat, termasuk penulis sendiri, setiap menatap layar televisi khususnya akhir-akhir ini. Betapa tidak, hari-hari dan bahkan pada saat bersantai televisi yang senantiasa menemani kita, belakangan ini menyuguhkan tayangan yang ‘kosong’. Bahkan di jam-jam Prime Time, yaitu saat di mana masyarakat paling banyak menyalakan televisi—antara pukul 18.30 – 22.00—hampir seluruh stasiun televisi menyuguhkan tayangan yang tidak mendidik dan jauh dari unsur inspiratif.

Kejenuhan semakin memuncak ketika beberapa tayangan yang inspiratif (menurut penulis paling tidak) terpaksa dipindah tayangkan karena ‘kalah saing’ dengan tayangan yang hanya memprioritaskan haha-hihi belaka. Tidak sedikit pula tayangan inspriratif dan mendidik ditutup karena rating yang terus menurun.

Belakangan ini, publik khususnya warga media sosial twitter ramai berkicau tentang tayangan televisi yang kini dianggap sudah benar-benar bablas. Bablas dalam artian terlewat bebas dalam menayangkan acara tanpa memikirkan apakah acara tersebut mendidik atau tidak. Stasiun televisi agaknya tidak mementingnya unsur tersebut, melainkan lebih mementingkan rating dan bisnis semata.

Kicauan publik tadi ramai sejak salah satu acara televisi yang dibawakan oleh mentalis Dedy Corbuzier dihentikan karena masalah rating yang terus menurun, kalah saing dengan acara televisi stasiun sebelah yang memprioritaskan haha-hihi belaka. Penghentian siaran ini mengundang kekecewaan banyak orang sebab acara yang dianggap inspiratif itu terpaksa harus dihentikan sementara acara dengan predikat “Acara TV Terburuk” versi polling di media sosial itu justru tambah jam tayang.
Sedikit gambaran tentang tayangan TV dari stasiun TV nasional pada jam Primetime akan penulis ulas dalam tulisan ini. Sebut saja, Indosiar yang pada jam Primetime tersebut masih mengandalkan sinetron yang bercerita tentang rumah tangga dan atau sinetron dengan latar belakang legenda atau cerita rakyat yang sering dipelintir.
Sama halnya dengan Indosiar,  RCTI dan SCTV pun masih mengandalkan sinetron keluarga dan remaja pada jam primetime tersebut. Begitu pun MNCTV masih setia pada sinetron Kolosal dengan latar belakang kerajaan.
Sedangkan kedua stasiun ini, yaitu ANTV dan TransTV bersaing ketat dalam hal tayangan penuh haha hihi  selama jam Primetime bahkan lebih. Yakni dari pukul 17.00 hingga 22.00 diisi dengan program TV Pesbuker, Campur-Campur, dan Twitteran. Program inilah yang bersaing ketat soal rating dengan program ‘andalan’ TransTV yaitu Yuk Keep Smile (YKS).
Semua program tv ini dianggap sebagai tayangan yang tidak mendidik namun yang membingungkan adalah kenapa program ini terus mendapat respon positif bagi sebagian masyarakat pula. Ini terbukti dari rating dan share program yang terus meningkat. Tak jarang pula ketika sebagian orang yang mengkritik tayangan tersebut baik melalui tulisan, karikatur atau ocehan di twitter. Si kritikus malah dicaci maki oleh para fans acara tersebut.
Sementara stasiun TV lain seperti TVRI, TV one dan Metro TV, menurut penulis masih memberikan tayangan yang cukup berbobot untuk ditonton. Seperti talkshow yang menghadirkan bintang tamu-bintang tamu inspiratif dan mendidik.
Penonton Cerdas
Tentang seperti apa tontonan kita di rumah adalah hak kita sebagai konsumen. Kekuasaan atas tayangan tv mutlak sepenuhnya ada di tangan kita, sang pemegang remote TV. Apakah kita memilih untuk menonton suatu acara tersebut atau menggantinya dengan acara lain, atau bahkan tidak menonton TV sama sekali karena miskinnya acara yang berbobot belakangan ini terserah pada kita.
Namun televisi saat ini merupakan bagian dari kebudayaan kita, kehidupan kita sebagai manusia yang hidup di jaman layar ini (layar TV, Lapton dan handphone). Rasanya kita tak pernah bisa jauh dari televisi. Termasuk anak-anak kita. Sebagai orang dewasa, kita pun patut mewaspadai apa yang kita atau anak-anak kita tonton. Apakah tontonan itu dapat kita jadikan tuntunan atau bahkan menjadi racun bagi kita sendiri.
Televisi pada era sekarang ini bak guru yang baik. TV mempunyai peran penting sebagai agen pendidikan, khususnya pada anak yang belum bisa memilah antara tontonan yang baik dan bukan. Dalam buku 37 kebiasaan buruk orangtua yang mempengaruhi perilaku anak karya Ayah Edi tertulis bahwa televisi merupakan agen pendidikan yang mampu membentuk perilaku anak.
Orangtua yang membiarkan anaknya menonton tanpa pengawasan berarti membiarkan perilaku anak dibentuk oleh tayangan TV. Perilaku anak terbentuk berdasarkan 4 hal. Yang pertama kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan ia tentang sesuatu. Kedua, siapa yang ia percaya, siapa yang menyampaikan lebih menyenangkan dan siapa yang lebih sering menemani. Ke empat hal tersebut patut diperhatikan apakah jawabannya kita tau televisi.
Dari uraian di atas jelas jika tayangan televisi harus kita awasi betul, sebab tayangan tv berkaiatan langsung dengan moral dan perilaku anak atau masyarakat.
Fenomena
Selain masalah moral, tentang rating tayangan tv ini pun menjadi fenomena yang layak diperbincangkan. Tayangan TV sama halnya dengan bacaan. Bacaan menggambarkan kondisi masyarakatnya. Begitupun tayangan TV, rating tayangan yang terus meningkat menunjukkan tayangan itu disukai oleh masyarakat, meskipun sebagian lainnya menentang habis-habisan.
Dengan demikian, kalau boleh saya bilang, masyarakat kita masih lebih mementingkan tayangan dengan unsur hiburan semata ketimbang tayangan yang inspiratif dan mendidik. Lebih mementingkan ‘kulit’ luar daripada ‘isi’ tayangan. Betapa tidak, lihat saya tayangan yang ratingnya kini terus meningkat tersebut, saya sebut saja YKS. Banyak yang menghujat, tapi lebih banyak lagi yang mencintai.
Padahal, tidak sedikit tayangan yang menginspirasi penonton seperti Kick Andy, Merry Menginspirasi, Dr OZ Indonesia, dan lainnya yang sayangnya ditayangkan bukan pada jam utama. Tentu saja lagi-lagi masalah rating. Dan tak jarang pula acara-acara tersebut tidak berumur lama.
Sedikit pertimbangan, acara-acara yang penulis sebut diatas sudah banyak menuai kontroversi, dan bahkan teguran dari pihak KPI, namun tetap saja tayang dan bahkan ditambah jam tayangnya tanpa adanya perubahan atas teguran tersebut.
Nah, sekarang             semua ada di tangan kita, apakah kita masih menganggap tayangan yang lucu-lucuan dengan mencela-cela kelemahan fisik seseorang, menari-nari konyol dan meminta ibu-ibu turut berjoget demi hadiah, pukul-pukulan dengan properti, dan acara lain yang mematikan pendidikan moral yang sudah susah payah dibangun selama ini? Pikirkan kembali. ***
Penulis adalah Guru SD, Alumni FKIP UMSU


Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.