Skip to main content

Transformasi Guru di Era Baru



Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat membawa perubahan di segala aspek kehidupan. Abad di mana informasi dapat diperoleh dengan sangat mudah dan cepat, perangkat-perangkat pintar yang setia menemani siapa saja dan di mana saja, abad di mana semua orang lebih sibuk dengan smartphone­ dari pada teman di sebelahnya, ini tentu banyak membawa pengaruh yang besar.

Semua aspek harus berkembang dan bertransformasi menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan informasi tersebut. Misalnya sebuah Bank harus menyediakan jasa E-banking, Media massa harus membuat portal, toko-toko online, pendaftaran kuliah via online, hingga isi pulsa pun saat bisa melalui Internet. Namun ada satu hal yang masih sulit untuk mengikuti perkembangan zaman, sulit untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan informasi, sulit untuk berubah atau merubahnya. Yakni Pendidikan.

            Berkembangnya teknologi dan informasi ternyata tidak berbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan dewasa ini di mana dari tahun ke tahun tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal proses belajar mengajar atau kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebagian sekolah masih dan tetap saja menerapkan sistem pembelajaran lama tanpa adanya inovasi dalam pemberian materi dan mirisnya tidak ada niat baik untuk merubah model yang sudah sejak puluhan tahun dilakukan tersebut.


            Contoh konkret dari absennya perubahan proses pembelajaran adalah guru yang masih menjadi pusat dalam pembelajaran. Sedang murid hanya duduk diam sebagai pendengar. Terus terang, hal ini masih banyak dan sangat banyak terjadi di sekolah-sekolah. Padahal pemerintah telah meminta sekolah untuk mengutamakan model pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Namun kenyataannya masih banyak guru yang hanya berceramah di kelas, menjelaskan materi ajarnya tanpa peduli siswa mengerti atau tidak. Terlebih masih ada guru yang meminta salah seorang dari siswa untuk mencatat materi dari buku ke papan tulis agar dicatat siswa lain. Model ini sering dipelintir sebagai model CBSA alias Catat Buku Sampai Habis.

Karakter Baru

            Padahal era informasi ini pun turut merubah para siswa, siswa generasi ini bukan siswa generasi sepuluh tahun lalu, yang bisa dicekoki materi dengan sistem otoriter seperti di atas. Ada 8 karakteristik siswa generasi ini (sebagian menyebutnya generasi informasi atau generasi digital), di antaranya : Menginginkan kebebasan atau menolak dikekang; Bermain, bukan hanya bekerja; Ekspresif, tidak hanya represif; cepat dan enggan menunggu; Mencari, bukan menunggu instruksi; Unggah, bukan hanya mengunduh; Interaktif, bukan komunikasi searah; dan berkolaborasi, bukan hanya berkompetensi.

            Dari kedelapan karakteristik tersebut menunjukkan bahwa guru pun harus turut pula berubah atau mengubah pola pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak. Dalam mendidik seorang guru harus masuk ke dunia anak bukan anak yang masuk ke dunia guru. Dua hal ini berbeda sekali. Dalam bukunya, Munif Chatib menyebutkan bahwa hak mengajar sesungguhnya ada di tangan anak, bukan di tangan guru. Apakah siswa mau memberi hak mengajar itu kepada guru, tergantung dari seberapa mampu guru mengambil ‘hati’ anak didiknya.

            Perubahan karakter yang terjadi pada anak, yang merupakan dampak dari perkembangan teknologi dan informasi yang pesat tadi, mengharuskan guru untuk merubah paradigma lama guru lebih mengefektifkan transformasi pengetahuan antara guru dan siswa. Guru di abad ini memiliki tugas berat untuk merangsang kembali minat siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan membuat pembelajaran di kelas semenarik kemasan pembelajaran yang dapat diperoleh dari luar seperti misalnya internet.

            Di era ini, di mana informasi sangat mudah untuk di dapat, tidak hanya di sekolah bahkan dari balik pintu kamar mandi pun kita bisa memperoleh informasi melalui gadget di genggaman kita. Oleh karenanya guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dari pada pembelajaran di luar kelas. Coba bayangkan guru yang mengajar pelajaran biologi dengan metode ceramah selama 1 jam misalnya, tentu akan lebih menarik jika kita mencari tahu dari internet yang mungkin saja ada gambar bahkan video yang membantu penyerapan pembelajaran lebih baik.

            Guru kini tidak hanya dituntut untuk memiliki penguasaan materi yang baik, tapi juga kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran agar mampu merangsang siswa untuk berperan aktif dan proses belajar mengajar. Para guru pun harusnya mampu menguasai psikologi anak dan cara mempengaruhi mereka untuk bisa belajar dan mengikuti pelajaran.

            Peran pendidik di era ini mestinya lebih dari sekadar mengajar, bahkan lebih dari sekadar menyampaikan materi ajar. Penulis tidak mengulas bahwa pendidik harus membangun karakter  siswa, karena semua orang juga tentu sudah mahfum bahwa itu ada salah satu tugas guru. Namun bagaimana guru harus memposisikan dirinya dalam proses pembelajaran.

            Guru di awal proses pembelajaran harus maju untuk memancing rasa ingin tahu siswa terhadap suatu hal yang akan dipelajari hari itu, kemudian guru beralih ke samping sebagai teman mengalami. Maksud dari mengalami disini adalah mengalami proses belajar yang ditujukan langsung pada siswa, misal dengan metode diskusi, berpetualang, atau drama. Dan akhirnya mundur untuk memberi apresiasi sepenuh hati.
            Terus terang, untuk menjadi guru yang seperti ini bukan hal yang mudah. Apalagi yang sudah terbiasa dengan paradigma lama dan enggan untuk merubahnya. Atau yang sudah terlewat ‘cinta’ pada zona nyamannya sehingga enggan untuk keluar. Perlu penulis ingatkan, tulisan ini dibuat hanya untuk mengingatkan bahwa kondisi belajar yang tidak kondusif bukanlah berasal dari siswa, melainkan berasal dan tanggung jawab dari guru yang tidak mampu merancang pembelajaran dengan kreatif. Semoga Bermanfaat. ***


Penulis adalah Guru SD Azzakiyah, Alumni FKIP UMSU
Di muat di Harian Medan Bisnis

Popular posts from this blog

Apa yang Dihasilkan Politik Kampus?

Bicara soal politik, rasanya ta k sedikit orang yang ingin terjun. Entah apa sebabnya, namun hal ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun persentase kemenangan kecil, tetap saja banyak calon legislatif yang rela mengeluarkan sedikit uang untuk kampanye. Tak hanya masyarakat, mahasiswa pun tak mau kalah dalam hal berpolitik. Politik masuk ke Universitas-Universitas. Spanduk bertebaran di gedung-gedung, mengajak masyarakat kampus untuk memilih dan mencoblos tuannya. Mahasiswa yang menilai dirinya sebagai aktifis cenderung terjun kedalam politik kampus. Dan berbondong-bondong mendirikan serta menjalankan partai politik mereka sendiri. Alasan yang dikemukakan tentunya alasan yang sama seperti yang kita dengar dari politikus-politikus handal di televisi. "Memperjuangkan aspirasi rakyat (dalam hal ini mahasiswa) ". 

Tak Ada Lagi Topi Kerucut dan Kalung Petai

Oleh: Nur Akmal IKUTI MPLS: Peserta didik baru SMK Negeri 1 Medan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Seluruh peserta didik baru tak lagi memakai atribut berbau perploncoan sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa (Foto : Nur Akmal) Hujan  sejak subuh masih menyisakan awan gelap dan udara yang dingin, namun tak menggoyahkan semangat siswa-siswa baru untuk hadir pada hari pertama masuk sekolah, Senin (18/7). Pakaian mereka putih bersih, rapi dan tampak masih baru. Mereka berbaris rapi menantikan satu persatu aktivitas Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang tahun ini dikendalikan sepenuhnya oleh guru. "Selamat datang di SMK Negeri 1 Medan, dalam sesi ini kita akan membahas budaya dan tata terbit sekolah," demikian SJ Simamora, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri menyapa para peserta didik baru di lapangan SMK Negeri 1 Medan yang diberi tenda agar siswa tak terkena hujan.

Pagar Api dan Berita Titipan Media Massa

Jika dulu sering kita lihat dalam suatu scene sebuah film yang menampilkan gambar blur pada suatu merek dagang yang tanpa sengaja tertangkap kamera. Kini agaknya tak banyak lagi kita temui, malah secara terang-terangan pelbagai merek dagang terpampang jelas di hampir setiap scene film, bahkan merambah pada media massa seperti suratkabat. Iklan memang dibolehkan, tapi pagar api perlu diperhatikan.