Oleh: Nur Akmal
Mahyuni Harahap |
MENJADI mahasiswa di salah satu universitas terbaik di dunia tentu merupakan mimpi banyak orang. Namun pada akhirnya perjuanganlah yang menentukan. Tidak sedikit orang yang gagal sebelum berjuang, ada pula yang berjuang tidak maksimal lalu akhirnya menyerah. Tapi hal seperti itu tidak berlaku bagi Mahyuni Harahap, perjuangannya untuk meraih beasiswa ke luar negeri sebagai salah satu impiannya bisa jadi motivasi bagi orang lain.
Memulai studi S1 di jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU pada tahun 2008 dan lulus di tahun 2012, ia sempat bekerja di laboratorium selama satu tahun. Hasil kerjanya untuk biaya persiapan seleksi beasiswa, seperti persiapan ujian bahasa Inggris (TOEFL dan IELTS), paspor, dan lainnya.
"Saya jurusan Kimia, jadi tidak punya dasar sama sekali di bahasa Inggris. Karena itu saya harus belajar keras. Saya bekerja dulu karena pasti butuh biaya persiapan dan mengambil ujian bahasa Inggris. Untuk IELST saja biayanya hampir Rp3 juta," ujarnya.
Salah satu bagian tersulit meraih beasiswa menurutnya belajar bahasa Inggris. Butuh waktu dua tahun baginya belajar bahasa Inggris lagi dari awal, mengingat bahasa Inggris menjadi salah satu syarat penting untuk meraih beasiswa.
Awalnya ia mengaku sulit memulai belajar bahasa Inggris, terutama di tiga bulan pertama. Selain mengikuti kursus, ia juga rutin membaca artikel bahasa Inggris minimal satu artikel sehari, menonton film berbahasa Inggris dan bahkan berbicara sendiri di depan cermin untuk melatih speaking. "Saya ini dari Padangsidimpuan, tidak ada teman untuk berlatih bicara dalam bahasa Inggris, jadi saya ngomong sendiri di depan cermin, walau pun kata orang seperti orang gila, tapi saya tidak peduli," ungkapnya.
Tak lama kemudian, ia mengikuti tes bahasa Inggris berkali-kali. Ia mengikuti TOEFL ITP empat kali, dan IELTS empat kali sampai akhirnya mendapat nilai yang memenuhi syarat. Setelah mendapat nilai yang memenuhi standar universitas tujuannya, ia pun mengirimkan berkas lamaran ke beberapa universitas di Inggris. Di antaranya, Birmingham University, Sheffield University dan Manchester University. Luar biasanya, ketiga universitas ternama tersebut menerimanya sebagai mahasiswa. Ia mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) sebagai bukti diterima di univesitas tersebut.
Ia pun memilih ke Birmingham University karena menurutnya dari ketiga universitas tersebut, Birmingham University memiliki rating yang paling baik untuk jurusan yang ia pilih, Material Science. Berbekal LoA itulah ia mendaftarkan diri untuk memperoleh beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Begitu pun ia tidak langsung diterima, percobaan pertama ia gagal di seleksi administrasi. Tapi ia tidak menyerah dan mencoba lagi di periode berikutnya. Mengikuti seleksi demi seleksi yang dilakukan LPDP, sampai akhirnya ditetapkan sebagai penerima beasiswa.
Ia juga mengenang masa-masa perjuangannya yang pernah disepelekan orang lain termasuk teman-temannya. Tapi itu sama sekali tidak membuat nyalinya ciut. Dukungan keluarga dan orang terdekatnya membuatnya menjadi semakin termotivasi "Jangan bermimpi terlalu tinggi," katanya menirukan ucapan orang lain kepadanya, "Tapi kata-kata seperti itu lah yang menjadi motivasi saya,” katanya.
Untuk itu ia berpesan kepada para pejuang beasiswa agar percaya diri dan yakin bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. "Kalau kita sekolah ke luar negeri kita bisa mendapat pengalaman lebih banyak, berpikir out of the box dan dapat fasilitas yang lebih memadai apa lagi bidang sains. So, do your best. Success consists of going from failure to failure without lost of enthusiasm,tunjukkan kalau diri kita itu memang bisa meraihnya," ujarnya.
Meutia Verayanti, Dosen di Pusat Balai Bahasa USU sekaligus guru bahasa Inggris Mahyuni mengatakan, ia sangat rindu melihat lebih banyak lagi anak-anak Indonesia khususnya dari Sumatera Utara yang bisa mengenyam pendidikan, budaya dan bahasa di luar negeri.
"Bersekolah di luar negeri, khususnya Eropa sangat membantu mempersiapkan generasi muda kita kelak memiliki sumber daya manusia yang potensial. Itu efektif untuk melengkapi seseorang agar menguasi kompetensi spesifikasinya, wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang lebih banyak. Itu yang terpenting untuk meningkatkan mutu SDM kita," ujarnya.
Diterbitkan di Harian Analisa, 28 Oktober 2015