Oleh: Nur Akmal.
UNITED Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2011 merilis data tentang minat baca masyarakat Indonesia yang sangat mengejutkan. Disebutkan dalam data tersebut, minat baca masyarakat Indonesia sangat minim, dari 1.000 penduduk Indonesia, hanya satu yang memiliki minat baca yang baik. Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan tingkat literasi yang buruk di dunia.
Memang data tersebut mengejutkan namun jika diperhatikan dengan seksama tampaknya memang begitu adanya. Dari sekian banyak siswa di kelas misalnya, bisa dihitung berapa yang memiliki minat baca yang baik, berapa yang memiliki jumlah buku yang cukup untuk disebut pembaca, dan berapa siswa yang rutin ke toko buku setiap bulan untuk berbelanja buku.
Sejatinya minat membaca itu penting dan harus dipupuk sejak dini. Tapi tidak semua orang berkesempatan untuk mendapatkan buku bacaan yang baik di rumahnya, tidak setiap orang pula berkesempatan membeli buku di toko buku setiap bulannya. Maka dari itu budaya baca penting ditularkan di sekolah-sekolah. Beragam cara dilakukan agar para siswa bisa aktif membaca buku dengan harapan muncul minat baca yang besar karena telah terbiasa membaca sehari-hari dengan bacaan yang berkualitas tentu saja.
Seperti yang dilakukan SMP Negeri 13 Binjai misalnya, selain melaksanakan program literasi wajib seperti membaca lima belas menit sebelum mulai pelajaran, suatu aktivitas yang digagas kemendikbud ketika masih dipimpin Anies Baswedan, ada pula serangkaian aktivitas lain yang bertujuan serupa. Baru-baru ini SMP N 13 Binjai memperkenalkan kegiatan "Batu Basah".
"Batu Basah" punya singkatan Baca Tulis, Baca dan Sampaikan Hasilnya. Aktivitas ini digagas agar para siswa dibiasakan tidak hanya untuk membaca, tetapi juga menuliskan apa yang dia baca dan menyampaikannya di depan umum.
"Siswa akan menuliskan apa yang mereka baca, lalu tulisannya akan ditempelkan di majalah dinding. Tulisan yang semampu mereka saja dulu. Di aktivitas itu juga anak-anak diminta untuk merekam apa yang ia baca dan pada hari Sabtu di jam khusus mereka akan menyampaikan apa yang mereka baca kepada orang lain dengan tampil ke depan," ujar Syamsul Agus, Kepala SMP Negeri 13 Binjai.
Dalam satu aktivitas itu banyak kemampuan dan sikap siswa yang terasah, di antaranya kemampuan membaca, menulis, berbicara dan menyampaikan pendapat. Faktor sikap atau karakter seperti keberanian, percaya diri dan tanggungjawab juga tersampaikan dalam aktivitas "Batu Basah" tersebut.
Ada juga gerobak baca yang berisi buku-buku dan koran yang diletakkan begitu saja di lingkungan sekolah. Bagi siswa yang ingin membaca pun disilahkan saja, tanpa ada aturan untuk mencatat nama untuk meminjam dan membacanya.
"Selain untuk membaca, tujuan lainnya juga kita harapkan untuk melatih kejujuran. Jadi kalau ada kantin kejujuran, di sekolah kita ada pustaka kejujuran," tambahnya.
Kemudahan Akses
Menurut Agus, kurangnya minat baca bukan semata-mata berasal dari faktor internal atau dari diri sendiri, tetapi juga bisa dari faktor eksternal seperti akses membaca yang sulit. Karenanya penyediaan akses membaca yang mudah sangat dibutuhkan.
"Menurut pemikiran kami, yang menghambat budaya literasi itu bukan hanya faktor internal tapi juga faktor eksternal. Selama ini sekolah tidak memudahkan akses untuk membaca, seperti harus masuk ke perpustakaan dan melalui serangkaian aturan sehingga membuat siswa malas. Kalau diberikan akses yang mudah seperti gerobak baca tadi, mungkin sambil menenteng es (jajanan) dia bisa buka buku dan baca sedikit lalu diletakkan kembali," ungkapnya.
Kepala Sekolah SMA WR Supratman I, Amir Hamzah mengatakan, budaya baca di sekolah dimulai dari guru. Guru harus bisa menumbuhkan minat membaca siswa melalui aktivitas pembelajaran. Misalnya dengan menugaskan siswa untuk membaca literatur kemudian meringkasnya dalam sebuah tulisan.
"Termasuk dengan meminta siswa menyelesaikan tugas dengan berbagai sumber dari buku perpustakaan maupun internet sehingga ada aktivitas membaca yang dilakukan siswa," ujarnya.
Diterbitkan di Harian Analisa Edisi 1 Oktober 2016