Bersama jurnalis dari Indonesia di aula Yakult Central Institute Jepang |
BANGUN pagi dari kamar hotel Fountain di Shimbasi, Tokyo terasa sangat nyaman. Ketika berangkat dari Indonesia, saya kira akan diberikan hotel satu kamar untuk dua orang. Ternyata, kamarnya masing-masing dan cukup luas. Setelah bersiap saya lalu turun untuk sarapan, ah.. sarapan pertama di Jepang, di sebuah hotel mewah. Makanannya memang bukan ala Jepang, melainkan western. Hanya telur dadar setengah matang, nasi, cereal, dan roti-rotian. Yang menarik, sarapan sambil menonton orang-orang yang sudah sibuk untuk berangkat kerja. Meja sarapan saya, tepat menghadap ke jalan raya.
Hari ini, jadwal tour kami menuju ke Central Institute
Yakult, pusat penelitian. Di Indonesia kita hanya mengenal Yakult sebagai
minuman yang baik untuk usus. Itu pun hanya ada satu jenis. Tapi di Jepang,
Yakult sangat besar, mereka memproduksi produk minuman yogurt sampai kosmetik. Semua
itu diteliti di Central Institute Yakult ini. Sayangnya, kami tidak
diperbolehkan memotret di ruangan. Hanya bisa mengambil gambar di lobby saja.
Tapi jika saya gambarkan, tempat ini sangat keren. Kalau kalian
sering menonton film fiksi, yang berlatar laboratorium canggih, ya mungkin ini
penampakan nyatanya. Dinding bangunan didominasi putih bersih. Di sana kami
diajak berkeliling dan mendengarkan presentasi tentang kesehatan usus.
Di dalam gedung itu juga ada museum Prof Shirota, penemu
bakteri El Case Shirota Strain yang ada di Yakult. Museum itu berisikan
barang-barang pribadi si professor, mulai dari buku catatannya, kacamata,
hingga mikroskop. Juga ada alur penemuan Yakult hingga produksinya sampai saat
ini. Semua dikemas dalam teknologi.
Ada kumpulan botol yakult yang digunakan dari tahun ke
tahun, bentuknya sangat beragam dan berubah-ubah sepanjang waktu perjalanannya.
Juga ada semacam botol Yakult yang diisi cairan Yakult tapi dalam bentuk
virtual, menjadi salah satu pertunjukan menarik di tempat itu, dan yang
terakhir kami diberikan kesempatan untuk melihat langsung bakteri El Casei
Shirota Strain melalui mikroskop.
Satu hal yang sangat menarik perhatian saya selain semua itu
adalah, toilet yang diklaim sebagai toilet terbersih di dunia. Ketika saya
minta izin ke toilet saya benar-benar takjub dengan toiletnya, desainnya sangat
futuristic. Dengan dominasi warna putih. Sangat bersih sekali. Tapi bukan Cuma itu,
ketika kita masuk ke ruangan kloset, saya kebingunan membuka pintu yang
ternyata digeser.
Lalu, kloset yang masih tertutup itu tiba-tiba membuka
sendiri. Otomatis. Keren sekali, jika seseorang mendekat, ia akan membuka
penutupnya dan jika menjauh akan tertutup sendiri. Untuk flush juga sangat
keren, kau bahkan tidak perlu menyentuh apa-pun. Semua digerakkan dalam sensor.
Cukup mendekatkan telapak tangan tanpa menyentuh di bagian sensor flush yang
berwarna merah di dinding dan otomatis kloset akan mem-flush. So, tangan kamu
tidak perlu menyentuh apapun.
Yakult Hosha, Kantor pusat Yakult di jantung Kota Tokyo |
Toilet di Jepang penuh dengan tombol yang membingungkan. Bahkan
ada yang bergambar not nada. Bingung kan untuk apa. Awalnya saya pikir itu
untuk memutar musik, tapi untuk apa musik di toilet. Apakah tidak mengganggu
toilet sebelah. Saya beranikan menekannya, ternyata itu mengeluarkan suara flush
tiruan. Fungsinya untuk menyamarkan suara kentut atau pipis kita. Hahah,
sungguh sangat sopan.
Saya jadi berangan-angan, suatu hari saya akan menggunakan
toilet standar Jepang seperti itu di rumah saya sendiri. Bisa berlama-lama di
toilet. Heheh.
Akhir dari hari itu ditutup dengan makan malam di Magnas
Tokyo, salah satu restoran termewah di Tokyo, katanya. Letaknya lantai yang
cukup tinggi di sebuah gedung. Interior gedungnya sungguh sangat mewah. Jika
kalian pernah menonton film korea yang ceritanya seorang yang kaya raya dan si
miskin, saya gambarkan, seperti itulah suasananya.
Pelayannya juga sangat ramah dan meladeni. Makanan disediakan
secara prasmanan. Tinggal pilih yang pork dan non pork. Aneka manisan, kue,
buah dan minuman sangat menggugah selera. Agenda sore itu adalah Welcome
Dinner, meski dimulai pukul 18.00 waktu Jepang. Saya sungguh bahagia bisa
mendapat kesempatan seperti itu. Sayangnya, saya salah kostum, karena hanya
memakai kemeja kerja yang tidak formal (bahkan sudah agak lusuh) dan jeans. Padahal
tamu lain mengenakan jas. Kami dari Indonesia malah berpakaian tidak formal
sendiri.
Suasana Welcome Dinner di restoran Magnas Tokyo |
Malamnya kami habiskan dengan berjalan-jalan di Ginza, salah
satu daerah yang terkenal glamor. Di situ banyak sekali toko-toko barang
bermerek. Apple Store di tepi-tepi pasar, kami pun melihat-lihat (saja) hehe. Bertemu
seorang wanita cantik peranakan Itali – Jepang yang sangat kawaii dengan
pakaian ala-ala emo berambut pink. Ketika saya minta foto, ia menolak. Katanya ia
bukan artis. Tapi mendengar penjelasan bahwa kami turis ia pun bersedia. Suaranya
sangat kawaii seperti gadis-gadis dalam anime.
Lalu malam ditutup dengan jajan Takoyaki asli Jepang. Takoyakinya
jauh lebih besar dari yang di Indonesia. Dan guritanya sangat terasa. Mereka memasak
dengan cepat sekali, dan juga ramah kepada pelanggan. Bahkan tak segan-segan
ikut berpose ketika kami minta foto. Ah… saya senang sekali. Kembali ke hotel,
mandi air hangat di bath up, rileks lalu tertidur pulas usai menikmati hari ke
dua saya di Tokyo, Jepang, negara yang memang saya idam-idamkan untuk
dikunjungi.